Pelajaran Khoe Seng Seng
Dimuat di kolom Surat Pembaca Harian Kompas Jawa Tengah, Rabu 29 Juli 2009
src="http://i143.photobucket.com/albums/r150/wonogiri/bh_spkhoe_420.jpg" border="0" alt="Photobucket">
Catatan : di bawah ini saya sertakan naskah lengkap surat pembaca tersebut. Mungkin karena keterbatasan ruang, surat pembaca ini memperoleh penyuntingan dari redaksi. Simak tip lanjutan dari Pak Khoe yang tidak termuat dalam surat pembaca yang dimuat itu. (BH)
Sebagai warga komunitas penulis surat pembaca Epistoholik Indonesia, berita Kompas berjudul “Penulis Surat Pembaca Dihukum Enam Bulan” (16/7/2009 : hal.26), sungguh menyesakkan.
Sebagai konsumen yang merasa ditipu oleh PT Duta Pertiwi, dan mengeluarkan uneg-unegnya di kolom surat pembaca, membuat Khoe Seng Seng dan Kwee Meng Luan divonis hukuman enam bulan penjara dan satu tahun masa percobaan. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyatakan surat pembaca keduanya divonis mencemarkan nama baik PT Duta Pertiwi. Lucunya, dalam kasus itu, saksi korban, yaitu PT Duta Pertiwi sendiri tidak pernah dihadirkan dalam sidang.
Saya berkomunikasi via sms dan email dengan Khoe Seng Seng sejak tahun lalu. Sementara kasus ini dalam proses banding, ia sempat memberikan tip dalam surat pembacanya agar penulis surat pembaca tidak terjebak dalam perkara hukum seperti dirinya.
Antara lain, ketika menulis surat pembaca berupa keluhan atas produk/layanan jasa dari pelaku usaha, gunakan kata-kata yang tidak berkonotasi negatif, dan hindari rangkaian kalimat yang berarti menuduh pelaku usaha berbuat sesuatu.
Hindari penggunaan kata "ditipu", "tertipu", "menipu", "bohong", "berbohong", "dibohongi", "mencuri", "dicuri", dan sebagainya, karena kata-kata ini bisa membawa akibat penulis dipidanakan dan digugat. Pelaku usaha yang memang berniat berbuat curang akan menyatakan belum ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan pelaku usaha ini menipu, berbohong, ataupun mencuri.
Jadi tidak bolehlah penulis menghujat dengan menuduh bahwa pelaku usaha ini menipu, berbohong, ataupun mencuri. Jika penulis tetap ingin menggunakan kata-kata ini, tambahkanlah kata "diduga" di depan kata-kata di atas. Jadi susunan katanya menjadi "diduga menipu", "diduga berbohong", ataupun "diduga mencuri".
Penggunaan kata "diduga" ini pun belum 100 persen menjamin keamanan penulis. Sebab, kalau saya tidak salah ingat, ada putusan perkara antara majalah Tempo dan Asian Agri di Pengadilan Jakarta Pusat, di mana majalah Tempo dihukum bersalah karena pemberitaannya yang menggunakan kata "diduga" ini dianggap telah menuduh oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Terima kasih, Pak Khoe. Kami senantiasa berdoa untuk kebebasan Anda. Hukuman bagi Anda jelas memberikan sinyal yang keliru dalam upaya penegakan hak-hak mengeluarkan pendapat dan kehidupan berdemokrasi di negara kita.
Bambang Haryanto
Pendiri/Warga Epistoholik Indonesia
bh
No comments:
Post a Comment