Monday, July 20, 2009

Hukuman Pidana 17 Milyar Mengancam Penulis Surat Pembaca !
Dikirimkan ke milis Epistoholik Indonesia, epistoholik-indonesia@yahoogroups.com, Senin, 21 Januari 2008.


Yth. Sobat Warga Epistoholik Indonesia dan aktivis penulisan surat-surat pembaca,

Salam episto ergo sum,
Salam “saya menulis surat pembaca karena saya ada,”

Salam sejahtera. Langsung saja : Apakah Anda masih ingat isi email saya bulan Agustus 2007, yang berkisah mengenai penulis surat pembaca yang terancam hukuman pidana sebesar 17 milyar ? Beliau itu bernama Bapak Khoe Seng Seng dari Jakarta.

Terlecut adanya ancaman penerapan hukum secara anomali alias menyimpang terhadap aktivitas kita sebagai kaum epistoholik, pencandu penulisan surat-surat pembaca, telah saya tulis uneg-uneg saya di kolom Surat Pembaca Harian Suara Merdeka (Jumat, 30 November 2007 : M) :


Epistoholik, Profesi Berbahaya ?
Dimuat : Jumat, 30 November 2007 : M.


Bila Anda menekuni hobi dan panggilan hati sebagai seorang epistoholik, pencandu penulisan surat-surat pembaca, waspadalah. Anda dapat tersandung kasus yang bersifat anomali, menyimpang, di Indonesia. Kita dapat berkaca dari tiga peristiwa yang terjadi, berikut ini.

Pertama, kisah Abidin Taher, Ketua BPD Desa Kanibungan, Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru. Ia telah menulis surat pembaca dan dimuat di suratkabar Banjarmasin Pos, tanggal 2 Oktober 2003. Isi suratnya, berupa keluhan terhadap penambangan batubara oleh PT BCS.

Ia tuliskan, PT bersangkutan melakukan “perusakan sungai dan merusak hutan mangrove di desa kami untuk kepentingan aktifitas pertambangannya padahal aktifitas mereka bisa dikatakan tindakan kejahatan lingkungan karena telah melaksanakan aktifitas tersebut tanpa disertai perijinan atau dokumen–dokumen seperti AMDAL dan dokumen lainya.”

Buntut dari penulisan surat pembaca itu, Abidin Taher harus menjalani pemeriksaan polisi karena dituduh oleh PT BCS melakukan pencemaran nama baik. Bahkan Abidin Taher telah ditetapkan menjadi tersangka.

Peristiwa kedua, situs berita detik.com (23/8/2007) mewartakan "Penulis Surat Pembaca Digugat PT Duta Pertiwi Rp 17 Miliar.” Gara-garanya adalah Khoe Seng Seng, yang telah menulis surat pembaca di Kompas, Suara Pembaruan dan Warta Kota. Dalam surat pembaca itu penulis mengaku tertipu oleh pengembang karena harga dan kondisi kios yang dibelinya tidak sesuai dengan perjanjian awal.

Peristiwa ketiga, dimuat di kolom surat pembaca harian Seputar Indonesia (9/10/2007). Termuat penuturan Lim Ping Kiat, gara-gara menulis surat pembaca berisi keluhannya ketika menggunakan jasa perantara properti Era Indonesia, pada September 2005 ia dilaporkan secara perdana oleh perusahaan itu. Syukurlah, kasus itu diberhentikan oleh polisi karena bukan merupakan kasus pidana.

Kini Lim Ping Kiat justru melaporkan balik secara pihana fihak Era Indonesia karena telah membuat laporan tidak benar tentang dirinya melalui laporan kepolisian tahun 2007 ini. Ulah perusahaan tersebut, menurutnya, merupakan contoh yang sangat buruk terhadap hak konsumen dan demokrasi, yakni kebebasan berekspresi (mencerita fakta) dan menyampaikan pendapat (untuk kepentingan umum), diancam dengan tuntutan pidana.

Pelaku usaha yang bertanggung jawab, beriktikad baik dan tidak arogan, seharusnya menanggapi keluhan, menghubungi, bahkan mendatangi konsumen untuk menjelaskan masalah, menerima saran dan kritik untuk memperbaiki usaha, bukan malah tidak menanggapi komplain secara baik, bahkan menuntut konsumen secara pidana.

Harapannya, “saya memohon dukungan dan bantuan masyarakat, khususnya media massa, untuk memantau kasus saya (No. LP 2046 di Polres Jakarta Barat) supaya bisa berjalan bersih tanpa ada campur tangan dari pihak-pihak lain atau pun oleh mafia pengadilan.”

Kaum epistoholik Indonesia, mari terus kita rapatkan barisan. Asah terus otak dan pena bijak Anda. Karena masih banyak ketidakadilan yang menunggu solusi dengan goresan pena-pena Anda. Termasuk tiga kasus di atas yang menantang akal sehat kita itu.


Bambang Haryanto
Wonogiri


Sobat Warga EI yang terhormat,

Kabar hot dari saya : hari ini, Minggu, 20/1/2008, saya mendapat kejutan. Bapak Kho Seng Seng itu telah sudi menelpon saya. Ia telah membaca surat pembaca saya di atas, kemudian berbaik hati dengan menelpon saya di Wonogiri ini.

Beliau mengobrolkan tentang masalah yang ia hadapi, termasuk dipanggil ke Mabes Polri dengan status tersangka. Ia kini sedang bertarung melawan konglomerat nomor tiga di Indonesia. Ia cerita-cerita itu agar kita kaum epistoholik tidak mengalami kejadian serupa, termasuk upaya harus bangkit melawan tindakan kriminalisasi terhadap para penulis surat pembaca.

Anda punya pendapat tentang ancaman semacam ini ? Anda punya ide atau gagasan kreatif, kira-kira apa upaya kita sebagai Warga EI untuk “melawan” ancaman itu ?

Saya teringat gagasan seorang Bernard Weber asal Swiss. Ia seorang penjelajah alam, pembuat film dan kurator museum, yang meluncurkan gagasan melakukan polling mendunia guna menentukan Tujuh Keajaiban Baru Dunia pada tahun 1999. Hasil polling itu telah diumumkan 07-07-07 di Lisabon.

Untuk maksud itu, sebelumnya ia mendirikan lembaga nirlaba The New7Wonders Foundation guna mengajak warga dunia bekerja sama menyelamatkan alam dan warisan budaya buatan manusia. Warisan sejarah budaya yang terancam rusak atau hancur, menurutnya, berpotensi terselamatkan apabila keadaannya dipublikasikan secara meluas melalui media cetak, TV, Internet, sampai buku sehingga menjadi perhatian warga dunia.

Jadi menurut saya, dengan mengikuti idenya Pak Weber, kita dapat menggunakan senjata andalan kita : menulis surat pembaca. Sebar luaskan adanya ancaman “aneh” di era demokrasi ini. Tajamkan pena dan mata batin Anda. Menulislah !

Umpama pun Anda belum sanggup (masa sih ?), ya minimal, please, kalau Anda menjadi tersentuh atau tergerak untuk membesarkan semangat Bapak Kho Seng Seng, Anda bisa kontak beliau via email ke : surat_sengseng@yahoo.co.id. Terima kasih.

Kabar berikutnya, saya ingin mengucapkan terima kasih untuk email dari Mas Dion Desembriarto (Yogyakarta). Rasa ingin tahu warga EI yang lama libur, tak menulis SP ini, semoga terjawab dengan balasan ini. Ayo menulis lagi, Mas Dion.

Buku Si Buntut Panjang. Terakhir : saya baru saja kirim iming-iming ke Mas Purnomo Iman Santoso, Warga EI asal Semarang, yang memiliki bisnis needlework. Iming-iming saya adalah, agar ia sudi membeli buku karya Chris Anderson, The Long Tail (Gramedia, 2007).

Kata saya kepada Mas Pur, “menurut saya sih, buku ini akan mampu memberi Anda dan istri lebih bersemangat dalam mengelola bisnis unik Anda. Buku ini saya baca ketika masih berwujud artikel di majalah Wired. Ini majalah kesukaan saya. Kemarin, saat baca Jawapos Minggu (13/1), ada resensi tentang buku itu. Buku itu sudah diterjemahkan oleh Gramedia.

”Kalau Anda sebagai blogger, Anda banyak disanjung dalam buku yang memiliki tajuk “ekonomi baru dalam bisnis dan kultur” ini. Kalau Anda belum menjadi blogger, buku ini moga menjadi dorongan Anda.

Untuk Warga EI dan simpatisan aktivitas penulisan surat-surat pembaca, saya anjurkan untuk membeli buku dahsyat tersebut. Harganya : Rp. 67.500,00. Setuju ?

Well, sekian dulu kabar saya di bulan Januari 2008 ini.
Selamat terus mengamuk, kaum epistoholik.
Salam saya dari Wonogiri


Bambang Haryanto

bh

No comments:

Post a Comment