Monday, July 16, 2012

Illinois, Leiden dan Wonogiri : Dunia Itu Kecil

Oleh : Bambang Haryanto
Email : epistopress (at) gmail.com


Dunia ini sempit.
Kecil.

Apalagi berkat Internet yang mampu membuat hubungan antarsesama yang dipisahkan oleh jarak geografis, kini senyatanya hanya dipisahkan oleh beberapa ketukan tombol komputer belaka.

Di bawah ini terjadi obrolan antara saya yang berdomisili di Wonogiri dengan teman saya Tinuk Yampolsky (foto) yang tinggal di Illinois, Amerika Serikat. 

Ikut nimbrung teman saya lainnya, Mas Najib Azca, dosen UGM di Yogyakarta. Antara kami bertiga ternyata memiliki jalinan pertemanan yang sungguh tidak saya duga.  


Bambang Haryanto
(Minggu, 15 Juli 2012 : pukul 12:36) : 

Sugeng tanggap warsa,mBak Tinuk Yampolsky. 
Saya pikir dulu akan dirayakan di Indonesia :-). 
Sluman,slumun, slamet. 
Bahagia senantiasa.  


Najib Azca
(Minggu, 15 Juli 2012 :pukul 12:46) : 

Nunut mengucapkan selamat hari jadi. 
Semoga ciamik selalu mbakyu Tinuk. 
Konco lawas kah mbak Tinuk dengan mas Bambang? :)  

Bambang Haryanto
(Minggu, 15 Juli 2012 : pukul 13:04) : 

Dunia itu sempit ya, Mas Najib Azca. 
Kalau panjenengan dan saya bisa masuk dalam satu kotak, maka saya pernah satu RW dengan mBak Tinuk Yampolsky. 

Sama-sama dikepung benteng Baluwarti di Solo, 1975-1980. Juga satu sanggar, Sanggar Mandungan, dalam berseniman-ria.

Dalam novel beliau Candik Ala 1965   kata beliau konon ada sosok diri saya disitu.  Saya baca, kok modifikasinya terlalu kreatif,ekstrim bin kejam, sampai2 saya tak bisa memirip-miripkannya. Wokelah,itu memang hak asasi novelis, dimana saya tak bisa mengganggu gugat :-(.

Moga mBak Tinuk tambah bahagia mendapatkan ucapan dari kita yang bisa bersama-sama ini. Dong-dingnya Mas Najib bisa ketemu Tinuk, apa pas di Amerika ?  

Tinuk Yampolsky
(Minggu, 15 Juli 2012 : pukul 15:24) : 

Matur nuwun, mas Hary dan mas Najib. It is small world, isn't it?!  Saya ketemu mas Najib tidak di Amerika, mas Hary, tapi di Leiden-Belanda. Dan yang paling saya ingat, adalah rawonnya.

Waktu itu, saya dan Hasif Amini (adiknya mas Najib) menyusuri dari museum satu ke museum lain di Amsterdam (Reijks Museum dan Van Gogh diantaranya) ketika tiba-tiba cell-phone Hasif berdering dari mas Najib yang bilang lagi masak rawon untuk kami. 

Dan meluncurlah saya ke apartemen mas Najib dan makan rawon, yum! di tengah kesibukannya menyelesaikan disertasi masih sempat-sempatnya masak rawon buat kita.

Kalau ketemu di Yogya belum tentu saya dimasakin rawon, ya mas Najib?! hehe. Anyway, tengkyu untuk ucapannya, ini saya terbangun di tengah malam, dan senang mendapat ucapan dari banyak teman. 

Sekali lagi maturnuwun buat anda berdua.  


Najib Azca
(Minggu, 15 Juli 2012 : pukul 16:06) : 

Betul, perkenalan dan perjumpaan saya dengan dua tokoh Baluwarti ini memang istimewa dan tak terlupakan.

"Rawon" menjadi simpul perjumpaan saya dengan mbak Tinuk Yampolsky; sementara "Kick Andy" menjadi tautan yang merajut perjumpaan saya dengan tokoh supporter sepakbola Nusantara mas Bambang Haryanto.

Sungguh senang dan bangga mengenal kalian.
Salam hangat dari Jogja:).


Wonogiri, 17 Juli 2012

Tuesday, May 08, 2012

Facebook : Rasis,Habib Homo dan Marzuki Alie

Oleh : Bambang Haryanto
Email : epistopress (at) gmail.com


Pahala terbaik ketika menulis, termasuk menulis di Facebook, adalah ketika kita menuliskannya. Komentar pembaca hanya bonus.

Tetapi kiranya banyak pemilik akun Facebook tidak tahu hal itu.Karena mereka suka menulis secara pendek-pendek, atau hanya mengunggah foto tanpa caption jelas dan komplit, sehingga informasinya hanya bisa difahami oleh yang bersangkutan.

Menulis pendek itu membatasi imajinasi, memperpendek petualangan dalam benak.Aktivitas tersebut akhirnya kurang merangsang otak untuk bekerja dan menjadi lebih terasah.

Hari Rabu kemarin (8/5/2012), saya banyak mengoceh di Facebook. Topiknya beragam. Antara lain :  

Wakil rakyat koruptor. “Wakil rakyat alias anggota DPR-DPRD, ternyata memuncaki daftar mereka yang diindikasikan melakukan tindak korupsi di tahun 2012 ini. Halo, Marzuki Alie sang Ketua DPR, omongan Anda tentang alumni PTN yang terlibat korupsi itu trik sulap untuk membelokkan perhatian, bukan ?”

Tautannya : Klik disini.  

Rasis di tengah kita. “Menurut psikolog anak, orang tua yang mendorong anaknya untuk bertingkah laku rasis sebenarnya dirinya justru merusak anak-anaknya secara psikologis.”

Sumber : @RacismFacts

PS : Saya pernah melihat anak-anak tingkat PAUD diajari gurunya yel-yel rasis.

 
Heboh Habib Homo. Kedatangan tokoh Irshad Manji, penulis buku Allah, Liberty, and Love, asal Kanada mendapat desakan dari organisasi masyarakat tertentu.

Bahkan acara peluncuran bukunya yang digelar di Salihara, Jakarta Selatan, Jumat (4/5/2012), dibubarkan oleh polisi atas desakan ormas tersebut.

Ormas yang mengatasnamakan Islam itu menuding bahwa buku Irshad Manji itu menyebarkan gay dan lesbian. Tudingan tersebut telah ia bantah.

Seorang teman Facebook saya, Hendro Wicaksono, telah menulis status : “Buat yang ngedukung hak2 lesbian dan gay, pada belum punya anak ya? Kalau sudah punya anak, monggo coba anaknya dicekoki bahwa gay dan lesbian itu halal. Berani kaga ente?”

Banyak rekannya menimpali, sebagian besar bersetuju dengan pendapatnya. Tetapi obrolan menjadi menarik ketika Bagus Utomo menimbrung dalam diskusi itu : “gak boleh menghakimi juga. banyak yg memang bukan pilihan kok. yg bahaya justru yg keliatan gak gay, tapi melakukan pelecehan. banyak yg malah jadi tokoh agama.”

Pendapat Bagus ini tiba-tiba memicu ingatan saya, bahwa kemarin (7/5/2012), saya menemukan informasi yang relevan sebagai bahan diskusi ini. Kemarin saya pergi ke Apotik Kimia Farma Sukoharjo, Jl. Veteran 11, dekat alun-alun. Saya membeli cream pemelihara kesehatan.

Saat mau pulang ke Wonogiri, saya sempat mampir di Perpustakaan Daerah Sukoharjo. Saya ingin tahu, apa perpustakaan itu juga buka di hari Minggu. Saya masuk, memergoki tumpukan buku dan majalah yang diberi label sebagai koleksi terbaru. Saya menemukan majalah Gatra dengan sampul mencolok, berbunyi : “Doktrin Cabul Sang Habib.”

Saya lalu tuliskan hal itu di komentar.

Bambang Haryanto : "Pro Bagus Utomo : Majalah Gatra kan baru saja mengangkat topik, seperti kata Anda : "yg bahaya justru yg keliatan gak gay, tapi melakukan pelecehan. banyak yg malah jadi tokoh agama."

Tautan : Eksploitasi Birahi Berjubah Wali.

Bagus Utomo : “ya temen saya ada yg jadi korban ustadz kok waktu kecil. ustadznya bebas, skrg entah kemana. temen saya sampe gangguan jiwa berat sampe sekarang. yg tertutup itu malah yg bahaya. kasihan juga kan, udah jadi korban, hak2nya gak dihargai sebagai manusia.”

Bambang Haryanto : “Prof. Sarlito W. Sarwono dalam twitnya menulis : "Yang benar: dlm agama ada etika. Tapi etika bukan agama. Agama tanpa etika: teror, seks, premanisme, rampok dll dg. dalih agama. Laporan Gatra dan kisah Mas Bagus Utomo tentang ustad/habib yang homoseks, mengilustrasikan betapa kejam bila moralitas itu dibajak atas nama agama.”

Bagus Utomo : “saya bukan ahlinya soal ini sih. tapi ini pengalaman saya aja mendampingi penderita gangguan jiwa. gak semua orang beruntung hidupnya mulus2 aja. gak semua orang punya pilihan. kadang sesuatu terjadi begitu saja. karena itu jangan mudah menghakimi. kisah hidup manusia sangat beraneka ragam.

trus sex itu kebutuhan dasar, sulit ditekan, bahkan dengan dogma agama masih meledak juga kayak ustadz/habib tadi. itu bahayanya kalo tertutup. blom lagi anak2 jalanan yg masuk kelompok resiko. saya bisanya cuma berdoa agar para pemimpin pandangannya luas dan bijaksana. agar ada jalan tengah yg baik. sehingga jangan terjadi lagi kasus seperti yg tadi.”

Gadis cantik : Ninik. Saya selanjutnya menulis cerita agak panjang di grup Facebook tempat alumni SMP Negeri I Wonogiri Angkatan 1981 suka ngerumpi. Sebenarnya, saya lulusan sekolah yang sama, tetapi jauh lebih awal. Lebih tua, karena saya lulus tahun 1969.Karena teman seangkatan saya belum muncul di Facebook, saya ikut bergabung di grup angkatan yang jauh lebih muda. Biar ketularan awet muda :-).

Angkatan saya yang bisa saya temui di Facebook akhir-akhir ini adalah Bambang Pur (nomo Untung Sabdodadi) yang wartawan harian Suara Merdeka.Kontak di FB belum terjadi, walau sering berhalo bila ketemu di jalanan. Juga Muhammad Nurdin, lulusan Universitas Grenoble, Perancis dan kini dosen di ITB. Nurdin sudah konfirm di Facebook, saya sudah pula menulis di wall-nya dan kirim pesan, tetapi belum ada komentar baliknya :-(.

Juga teringat ada nama Laksamana Madya Gunadi. Sempat satu kelas di 1B, di mana waktu di SMP ia satu rumah dengan Budiman, di rumah sebelah barat Jurang Gempal. Saya pernah beberapa kali main ke sini. Beliau belum saya temukan di Facebook.

Melalui rekan Sugeng Sudewo (teman sama-sama di SD III Wonogiri dan di SMPN 1 pula), saya dapat nama Gembong (Giritirto), Edy Darmojo (Donoharjo),dan lulusan SD 6 Wonogiri yang mengajarkan di masa awal awal remaja saya :-) tentang gadis yang cantik : Ninik. Di grup alumni SMP Negeri 1 Wonogiri Angkatan 1981 itu saya menulis hal berikut ini :  

Geger bacot Marzuki Alie. “Orang satu ini kalau cangkemane tidak bikin risi orang lain mungkin akan sakit mag atau ambeyen. Dialah : Marzuki Alie.

Saat berbicara di acara bertajuk “Masa Depan Pendidikan Tinggi di Indonesia,” di kampus UI, Marzuki Alie ngablak bahwa koruptor itu adalah orang-orang pintar, bahkan lulusan perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. “Para koruptor itu bisa dari anggota Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, anggota Himpunan Mahasiswa Islam, lulusan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan lainnya. Tidak ada orang bodoh,” katanya.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Arindra A. Zainal tak setuju dengan cara berpikir Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie. Dengan pernyataan Marzuki Alie itu, kata dia, sama halnya dengan menganalogikan bahwa semua maling di Indonesia yang berada di penjara adalah orang Islam.

Atau misalnya di negara lain Eropa seperti Italia, yang penghuni penjaranya warga beragama Katolik. "Lalu, apa yang disalahkan agamanya? Kan tidak demikian," ujar dia. Ketua Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) UI ini menuturkan, "Korupsi itu kan tergantung pada orang-orangnya. Jangan menggeneralisasi," kata dia.

Logika berpikirnya politikus Partai Demokrat itu bikin saya ingat isi lelucon komedian muslim AS, Azhar Usman. Dalam akun Twitternya 13 April 2012 yang lalu, di mana saya jadi makmumnya ia, bilang : “Menvonis Islam berdasar tingkah laku para teroris seperti menghakimi kapitalisme berdasar kelakuan Bernie Maddoff. Goblog.”


Ulah Marzuki Alie itu kini menebar badai. Panen gugatan. Sementara itu KPK justru menyatakan, betapa wakil rakyat alias anggota DPR-DPRD, ternyata memuncaki daftar mereka yang diindikasikan melakukan tindak korupsi di tahun 2012 ini.

Halo, Marzuki Alie sang Ketua DPR, omongan Anda tentang alumni PTN yang terlibat korupsi itu apa trik sulap Anda untuk membelokkan perhatian, bukan ? Kapan-kapan Anda silakan datang di gedung DPRD Wonogiri, karena di sini terjadi tindak “korupsi” besar-besaran.

Padahal kantor ini sepertinya setiap hari menjadi jujugan dan pula jadi tongkrongan para wartawan, tetapi mereka sepertinya tetap engga “ngeh” juga. Kenapa ya ? Mungkin ini ilustrasi yang cocok, mencocoki, karena dicoba dicocok-cocokkan untuk fenomena itu.

Alkisah, suatu hari saya pernah di sebuah warnet menemukan amplop kosong. Kop amplopnya : DPRD Wonogiri. Lalu ada tulisan tangan, bahwa amplop itu diberikan kepada seorang wartawan. Saya tersenyum kecil, dan bersyukur sedikit. “Untung saya hanya seorang blogger, fesbuker, dan bukan seorang wartawan.”

Di benak lalu tergambar ucapan pengacara muda idealis Rudy Baylor yang dibintangi Matt Damon dalam film The Rainmaker (1997) :

 “Setiap pengacara, minimal dalam satu kasus, dirinya merasa telah menyeberangi batas yang tidak sengaja ia lakukan. Itu terjadi begitu saja. Tetapi apabila Anda kemudian ternyata berkali-kali menyeberangi batas itu, maka batas tersebut akan lenyap selamanya. Dan Anda kemudian akan menjadi bukan siapa-siapa lagi, kecuali menjadi pengacara dagelan. Anda masuk barisan sebagai seekor hiu lainnya lagi untuk berenang-renang dalam air comberan.”

Tapi ngomong-ngomong, apa sih bentuk ‘korupsi’ di kantor DPRD Wonogiri ? Saya ingin tanya Mas Bambang Tri Subeno, kode pos kelurahan Anda, Wuryorejo, 57614. Kelurahane mas bupati, di mana warna cat rumahnya dan cat pagar garasi bisnya kini “menulari” habis-habisan pohon-pohon dan tempat sampah di pelbagai lokasi di Wonogiri, punya kode pos : 57681.

Lalu Wonokarto, rumahnya Mas Anto (yang masih waris sama saya), adalah : 57612. Ternyata masih sama dengan kodepos rumahnya Mas Mujtahid dan kampung saya yang sama-sama masuk Kalurahan Giripurwo.

Lalu kantor DPRD Wonogiri yang juga masuk Giripurwo, mengapa punya kode pos tersendiri ? Aturan normalnya, se-Indonesia, kode pos itu 5 digit, kok di kantor para wakil rakyat Kota Gaplek ini justru pethakilan menjadi 6 digit ? Menjadi : 576551 !

Mungkin (ide gerundelan liar)  itu kode pos untuk daerah eksotis Wonogiri yang tidak terjangkau oleh pengawasan rakyat, di mana uang, politik, kekuasaan dan keserakahan, bergelut dan terpilin menjadi menu mereka sehari-hari.

Wakil rakyat, wakil rakyat.
Kodepos wae melu-melu keno mark-up !”

Wonogiri, 8 Mei 2012