Thursday, August 27, 2009

Being Digital Sampai Surat Cinta Berabjad Rusia : Wawancara


Wawancara tertulis Bambang Haryanto oleh Redaktur Indonesia Buku, Diana AV Sasa, 21 Agustus 2009


Catatan : Media digital adalah media limpah ruah. Anasirnya yang terbuat dari sinyal-sinyal elektronik, tidak terbatas keberadaan maupun stoknya untuk mampu dieksploitasi setinggi imajinasi yang dapat dijangkau oleh manusia.

Suatu karunia, saya sebagai seorang epistoholik, mendapat kehormatan untuk menjadi subjek wawancara Redaktur Indonesia Buku, Diana AV Sasa. Hasil akhirnya berupa tulisan berjudul Bambang Haryanto: Membaca dan Menulis Seperti Donor Darah. Tulisan yang komprehensif.

Sesuai dengan fitrah media digital dan berniat mengunggah limbah atau cipratan-cipratan warna yang tersisa dari tulisan di atas, dalam blog ini saya sajikan jawaban saya secara penuh dalam wawancara melalui email tersebut. Semoga bisa melengkapi lanskap yang telah ada (BH).

Informasi terkait :

  • Bambang Haryanto: Membaca dan Menulis Seperti Donor Darah
  • Inilah 5 Buku Favorit Presiden Epistoholik Indonesia
  • Kaum Epistoholik Punya 5 Blog Tongkrongan
  • Virus Obama Menyebar di Puncak Brengos
  • Surat dari Presiden Rakyat Epistoholik



  • Sejak kapan senang menulis ? Jawab : Sejak SMP, sekitar tahun 1968. Saya mengirimkan lelucon ke majalah Kartika Chandrakirana, majalahnya ibu saya (Sukarni) sebagai istri TNI-AD. Lelucon saya dimuat, mendapatkan honor. Rp. 200,00. Bonusnya : tak jarang ibu saya mengungkap kembali lelucon yang saya tulis itu dalam pertemuan keluarga. Saya malu mendengarnya, tapi ya, senang juga.

    Sebelum momen itu, menulis surat dan menulis reportase pertandingan sepakbola. Surat itu surat cinta (monyet), berbahasa Indonesia tetapi abjadnya Rusia. Kebetulan ayah saya saat itu dengar-dengar mau dikirim belajar ke Rusia, ia belajar otodidak, dan saya ikut membaca-baca buku pelajarannya.

    Sementara yang reportase, sesudah menguping radio tetangga saat siaran pertandingan sepakbola, saya tergerak untuk menuliskannya. Walau untuk dibaca-baca sendiri. Isi majalah Ibu saya itu juga memicu saya untuk menulis cerpen, kisah tentara gerilya dan kekasihnya. Tapi tak selesai. Di SMP Negeri 1 Wonogiri, ketika puisi saya dipajang oleh guru saya di papan majalah dinding, itu momen yang menggetarkan saya.

    Biasanya menulis apa ? Macam-macam, sampai saat ini. Waktu SMP dan STM Negeri 2 Yogyakarta, saya menulis lelucon untuk majalah Aktuil dan Varia Nada. Waktu kuliah di IKIP Surakarta (saat itu)/UNS Sebelas Maret, pernah menulis artikel sosial di majalahnya ITB, Scientiae. Pernah menjadi wartawan lepas, menulis tentang musik dan teater di Solo. Juga mengirim berita budaya ke Kompas sampai menulis cerpen ke Sinar Harapan dan majalah Gadis.

    Saat ini, saya pernah menulis di kolom Teroka-nya Kompas tiga kali : dua bertopik komedi dan satunya, sepakbola. Topik terakhir ini juga pernah saya tulis di Tabloid BOLA. Topik media sosial di Internet dan terorisme, baru saja muncul di harian Solopos, Solo. Dua buku kumpulan lelucon, terbit tahun 1987. Tentu saja, sejak 1973, terus saja menulis surat-surat pembaca.

    Apa fungsi/manfaat menulis buat Anda ? Dengan menulis, kita mengekpresikan gagasan dan jati diri. Episto ergo sum. Saya menulis (surat pembaca) karena saya ada. Manfaat menulis adalah membuat karunia Allah yang paling demokratis dan ada di antara kedua kuping kita itu berfungsi baik, syukur bila berfungsi sebaik-baiknya.

    Menulis juga bermanfaat bagi kesehatan. Dengan menulis, saat kita berderma pengetahuan, justru akumulasi pengetahuan yang ada pada diri kita bertambah awet dan bertambah banyak ketika kita membagikannya.

    Tahun 1999 ketika saya menjadi finalis Lomba Karya Tulis Teknologi Telekomunikasi dan Informasi (LKT3I)-nya Indosat di Jakarta, saya ingat wejangan mantan Hakim Agung Bismar Siregar. Beliau bilang, mengutip Al Quran, bahwa setetes tinta dari penulis itu lebih mulia dibanding darah yang tercurah dari para syuhada. Sayang, sampai saat ini saya belum memperoleh rujukan dari ayat mana dari Al Quran yang meneguhkan pernyataan menggetarkan dari beliau itu.

    Mengapa memilih menulis surat pembaca ? Topiknya mutakhir. Bisa segera “diledakkan” dan bahkan segera pula melihat hasil atau dampaknya. Tahun 1973, ketika melihat sederetan pohon palem muda tak terurus, kering dan merana di Alun-Alun Utara Solo. Hal itu saya tulis di Suara Merdeka. Setelah dimuat, tanaman itu nampak disirami dan terawat. Momen ini yang menuntun diri saya menjadi seorang epistoholik, pencandu penulisan surat-surat pembaca. Sampai kini.

    Seberapa sering menulis surat pembaca ? Tergantung topik dan suasana hati. Saya pernah menulis surat pembaca, sekali kirim 8 surat pembaca. Ini taktik agar ngirit, karena koran bersangkutan saat itu masih gaptek, tidak mau menerima surat pembaca via email. Untuk yang mau menerima kiriman surat pembaca via email, biasanya saya kirim 3 surat sekali kirim.

    Dikirim ke mana saja ? Ketika saya tinggal dan berkuliah di UI, Jakarta, saya kirimkan ke The Jakarta Post, Kompas, Pelita, Jayakarta, Media Indonesia, Sinar Harapan, Suara Karya, beragam tabloid dan juga beragam majalah berita plus majalah hiburan.

    Saat tinggal di Wonogiri sekarang ini, saya mengirimkannya ke Kompas Jawa Tengah. Kadang ke Kompas Jawa Timur. Ada koran di Jawa Tengah yang sepertinya memboikot surat-surat pembaca saya, jadi saya kini tak mengirimkan ke sana. Tak apa-apa. Toh saya kini mengelola beberapa blog dengan topik beragam. Jadi energi menulis surat pembaca ke koran itu, tetap tersalurkan melalui blog-blog saya.

    Dimana kepuasannya ? Seperti kata Presiden AS ke-15, James Buchanan, yang bilang “Saya suka gaduhnya demokrasi,” maka surat pembaca saya itu berusaha ikut meramaikan karnaval kegaduhan demokrasi di Indonesia kita. Dengan cara yang elegan, melalui tulisan. Adu otak, bukan adu otot.

    Menulis surat pembaca itu, bagi saya, seperti tetesan air di permukaan batu. Kalau terus saja menetes, permukaan batu itu kelak akan menjadi berlubang, tak terasa. Dalam bahasa pemasaran, menulis surat pembaca itu merupakan strategi personal branding, menancapkan merek diri kita sendiri. Dengan frekuensi pemuatan yang bisa lebih sering dibanding pemuatan opini, aksi berderma ilmu yang dilakukan dengan cinta itu akan membuahkan sesuatu umpan balik yang tak terkirakan di masa depan.

    Topik apa saja yang ditulis di surat pembaca ? Saya penulis surat pembaca kelas omnivora, pemamah segala hal. Kebetulan saya dididik di perguruan tinggi yang khusus mengkaji seluk-beluk informasi, membuat diri saya mampu sebagai a hound dog (bisa juga : hound docs) yang terlatih dalam memburu dan menemukan informasi. Dengan keterampilan ini saya menjadi terbantu untuk mampu menulis surat pembaca segala topik.

    Apa bedanya menulis di surat pembaca dan kolom opini ? Menulis surat pembaca adalah menulis ledakan. Harus pendek, menggigit dan pesannya segera sampai. Sementara menulis opini membutuhkan renungan yang lebih panjang, disiplin berpikir yang lebih ketat dan teratur. Lebih sering ditolak, kadang alasannya bikin jengkel dan menyiutkan nyali untuk menulis lagi. Keduanya pernah dan terus saya jalani sampai kini.

    Apa cita-cita tertinggi mengenai surat pembaca ? Sebagai pendiri komunitas penulis surat pembaca, Epistoholik Indonesia, saya ingin setiap orang itu menjadi penulis surat pembaca yang merangkap sebagai blogger juga. Fenomena ini ideal dan bagus bagi demokrasi.

    “Dengan mata yang cukup, kutu pun bisa ditemukan dengan mudah.” Demikian bunyi Hukum Linus, yang diambil dari nama Linus Torvald, penemu piranti lunak open source Linux yang fenomenal. Ia sengaja membuka kode peranti lunaknya itu kepada masyarakat luas sehingga dapat segera ditemukan kutu-kutunya, yaitu cacat, kekurangan, dan kemudian upaya ramai-ramai memperbaikinya.

    Bila semua warga menjadi pelaku jurnalisme warga, mekanisme check and balances dalam kehidupan bernegara, menjadi berjalan. Asal anomali parah seperti kasus yang menimpa Prita Mulyasari dan Khoe Seng Seng dkk. itu tidak terjadi lagi, di mana mereka yang menemukan “kutu-kutu” ketidakadilan dan kecurangan justru terancam ditendang masuk penjara.


    Suka baca buku ? Buku apa yang disuka ? Sebutkan judul dan penulisnya bila ingat. Ya. Saat ini saya suka buku-buku mengenai teknologi informasi (TI). Salah satu buku TI yang inspiratif adalah Being Digital (1995), karya Nicholas Negroponte. John Hagel III dan Arthur G. Armstrong, NetGain (1997), The Tipping Point (2000) karya Malcolm Gladwell, sampai Unleashing The IdeaVirus (2001) karya Seth Godin.

    Sejak kapan suka baca buku ? Saat klas 4-5 SD, tahun 1963-1964, di SD Negeri Wonogiri 3, Wonogiri.

    Buku-buku apa yang dibaca semasa dulu itu ? Komik semisal cerita Baratayudha dan Siti (Wonder Woman) Gahara. Serial Nogososro-Sabuk Inten, yang paling berkesan, karena selain cerita yang menarik, dan proses pembeliannya melibatkan hubungan unik ayah dan anak.

    Ayah saya bertugas di Yogya, setiap Sabtu pulang ke Wonogiri. Kalau ada buku yang ingin saya baca, saya tulis di carik kertas data bukunya, lalu diam-diam saya masukkan ke kantong baju beliau. Minggu depan, saya berharap memperoleh bacaan baru, ketika ayah saya pulang. Saya mengikat cinta dan hormat saya terhadap ayah saya (Kastanto Hendrowiharso) melalui buku dan buku.

    Siapa yang mengenalkan pada membaca ? Sebelum SD, di rumah nenek saya di Kedunggudel, Sukoharjo, ada Pak Lurah mengajak saya untuk melihat papan peraga yang digunakan para tuna aksara, warga buta huruf, untuk belajar membaca.

    Di rumah nenek ini ada tumpukan buku dan majalah Sosiawan (Depsos) dan Penyebar Semangat milik Pakde (Sutono) yang seorang guru. Bacaan itu yang membuat kunjungan ke rumah nenek itu sebagai kegiatan favorit. Ayah saya juga suka mendongeng, dan di rumah kebetulan ada juga koran tetapi tidak ada bacaan.

    Apa makna membaca bagi Anda ? Membuka diri untuk memperoleh virus-virus wawasan baru. Untuk terus-menerus mendidik diri sendiri. Saya ingat nasehat John Howkins dalam bukunya The Creative Economy : How People Make Money From Ideas (2001), yang bilang agar kita selalu memperbarui diri sendiri.”Leave school early, if you want, but never stop learning,” tegasnya.

    Sekarang seberapa sering membaca ? Setiap hari, walau yang saya baca itu bukan melulu buku. Informasi hasil unduhan dari Internet kini semakin mendominasi asupan informasi bagi saya.

    Apakah membaca membantu Anda dalam menulis ? Pasti. Menulis dan membaca itu, bagi saya, seperti aktivitas metabolisme dalam tubuh. Dengan menulis, saya seperti melakukan aksi donor darah. Darah saya disedot secukupnya, syukur-syukur kalau bisa secara teratur. Kemudian saat saya membaca, seolah saya memperoleh darah-darah yang baru untuk mengalir di tubuh saya.

    Lima buku favorit ? Seperti saya sebut sebelumnya, antara lain Being Digital (1995) karya Nicholas Negroponte, John Hagel III dan Arthur G. Armstrong, NetGain (1997), The Tipping Point (2000) karya Malcolm Gladwell, sampai Unleashing The IdeaVirus (2001) karya Seth Godin, sampai The Long Tail (2006)-nya Chris Anderson.

    Diantara 5 buku itu mana yang paling menjadi titik kisar dalam hidup? Ceritakan singkat. Being Digital (1995) dari Nicholas Negroponte. Bagi saya, inilah buku TI yang mampu membuat saya menitikkan air mata, sekaligus bangga untuk selalu dan berulang kali menceritakannya.

    Dalam satu artikel di majalah Forbes, Negroponte yang pelopor gerakan One Laptop For Child itu, mengatakan bahwa Internet adalah gempa bumi berkekuatan 10,5 Skala Richter yang mengguncang-guncang sendi-sendi peradaban manusia.

    Buku ini mengantar saya, selain berpikir secara analog, juga membuka cakrawala yang lebih luas dan menantang dalam mencari dan menemukan solusi segala macam masalah dengan cara-cara budaya digital. Kasus Prita itu kasus digital, tetapi solusinya secara analog oleh fihak RS Omni.

    Akibatnya, yang mungkin tidak mereka rasakan, tindakan mempidanakan Prita itu membuat citra dirinya (RS Omni itu) justru hancur lebur dalam ingatan abadi masyarakat yang terekam dalam kenangan digital kita bersama, yang tak bisa terhapuskan selamanya.

    Buku ini membuat saya menangis karena memberi ilham dari sikap optimistis Negroponte bahwa gaya hidup digital akan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia.

    Yang mampu memberikan kebahagiaan puncak, bukanlah karena buku saya ini menjadi best-seller di mana-mana, tetapi ribuan email yang saya terima dalam tahun-tahun terakhir ini. Para orang tua mengucapkan terima kasih kepada saya ketika menjelaskan apa yang dikerjakan oleh anak-anak mereka kini dan mungkin yang akan datang.

    Para kaum muda mengucapkan terima kasih karena tertular antusias saya. Tetapi kepuasan nyata dan ukuran keberhasilan yang paling bermakna adalah ibu saya yang berumur 79 tahun, sekarang ini mengirimi email kepada saya setiap harinya.

    Alinea terakhir dari buku Being Digital ini yang mampu membuat saya menangis. Sekaligus bangga untuk selalu saja ingin menceritakannya.


    Wonogiri, 21/8/2009

    beha

    Tuesday, August 25, 2009

    Berjalan 56 tahun, Epistoholik Indonesia dan Masa Depan


    Komunikasi SMS Dengan Keluarga dan Sahabat, Senin, 24 Agustus 2009

    Kompas, 24 Agustus 2009

    Patriot Games. Tanggal 24 Agustus adalah hari televisi : TVRI, SCTV dan juga RCTI. Pada tanggal yang sama tahun 1929, pejuang pembebasan Palestina legendaris Yasser Arafat dilahirkan. Juga Ken Hensley di tahun 1945. Ia musikus dari kelompok musik Uriah Heep, yang aku sukai lagunya Time to Live dan July Morning di era 70an. Saat itu saya bersekolah di STM Negeri 2 Yogyakarta.

    Pengarang Brazil Paulo Coelho lahir pada tanggal yang sama tahun 1947, persis sama dengan bintang film setengah umur yang tetap cantik Anne Archer. Ia tampil menawan saat main sebagai istri Harrison Ford dalam film Patriot Games. Musikus Jean-Michael Jarre (1948) yang salah satu nomor musiknya bernuansa Cina, saya dengar tahun 70-an akhir, masih terasa mengebor kepala saya ini. Musikus lain, Ron Holloway, saksofonis tenor Amerika Serikat, lahir tanggal 24 Agustus 1953. Persis sama dengan tanggal kelahiran saya.


    Pasir hidup digital. Pada tanggal yang sama, lima puluh enam tahun kemudian, harian Kompas memajang tajuk berita tentang negara kita yang terjebak dalam impor pangan. Garam saja impor. Sebagai tradisi, setiap ulang tahun aku membeli koran yang terbit pada tanggal 24 Agustus. Sebagai tonggak peringatan apa saja “isi dunia” pada masa itu.

    Di bagian dalam edisi 24 Agutus 2009 ini (foto) terdapat artikel tulisan peneliti LIPI, Jaleswari Pramodhawardani, “RUU Rahasia Negara dan Keamanan Nasional.”

    Salah satu alinea menarik : “Banyak kalangan mengkhawatirkan kehadiran RUU Rahasia Negara. Pertanyaan yang muncul, bagaimana rahasis negara didefinisikan ? Apa saja yang masuk klasifikasi “rahasia negara“ ? Siapa yang memiliki otoritas untuk menggolongkan informasi ke dalam rahasia negara ? Bagaimana membedakan kepentingan negara dengan kepentingan pemerintah yang berkuasa ? Siapa pengontrolnya ? Pers ? Pers dapat dijerat pasal membocorkan rahasia negara.”

    Para penulis surat pembaca, tegakkan antena kewaspadaan Anda. RUU ini kelak, kita cemaskan, berpotensi menjerat kita semua untuk masuk penjara. Apakah menuliskan penyimpangan suatu layanan publik atau indikasi terjadinya korupsi dalam kolom surat pembaca atau blog, nantinya termasuk sebagai usaha membocorkan rahasia negara ?

    Bagi saya, kebijakan ini sebuah ironi di era Internet ini. Upaya yang tidak mungkin. Carl David Woolston & Stephen Palmer dalam makalah tentang revolusi dalam dunia bisnis, berjudul The Hub Mentality (2009) menegaskan untuk para pelaku bisnis bahwa mereka tidak dapat menyembunyikan kesalahan. In the digital age, there is nowhere to hide. Mereka tidak bisa mengumpetkan ketidakbecusan di balik pupur tebal iklan. Para pengusaha itu tidak akan mampu lari dari publisitas yang negatif:


    You can’t hide your mistakes when they spread like a virus through word-of-mouth, email, and blogging networks. You can’t cover up incompetence under thick layers of advertising make-up. You can’t run from negative publicity.

    Tetapi ironi dunia digital ini sedang terjadi di negeri kita. Lihatlah, ketika Prita Mulyasari karena mengirimkan email keluhan dan juga Khoe Seng Seng dan kawan-kawan menuliskan surat pembaca, keduanya diseret ke meja hijau. Mungkin Indonesia masih sebagai negeri [yang pemimpinnya banyak] gaptek, sehingga tidak melek terhadap realitas nyata yang dipaparkan Woolston dan Palmer : The Information Age has stripped you naked and left you exposed, flaws and all. Era informasi pasti membuat Anda, juga korporasi itu, diblejeti pakaiannya untuk tampil telanjang bulat di muka dunia.

    ”You can’t bury customer feedback—all you can do is manage how you respond to it,” tegas Carl David Woolston & Stephen Palmer. Tetapi kedua korporasi yang menyeret Prita dan Khoe itu tidak tahu kalau respon mereka keliru. Akibatnya, kini hari demi hari ulahnya justru membuat diri mereka menjadi semakin berkubang dalam jebakan spiral pasir hidup era digital yang semakin menyeret mereka kedalamnya.

    Jadi korporasi yang menyeret Prita dan Khoe Seng Seng mungkin menang atau dimenangkan di meja hijau, tetapi citranya dalam benak publik yang tergurat abadi di dunia maya dan mesin-mesin pencari, merupakan noktah yang bakal tidak terhapuskan sepanjang jaman.

    Kenangan tak terhapuskan. Pindah ke topik pribadi. Tentang rasa syukur yang saya rasakan. Tentang momen-momen yang saya alami, tanggal 24 Agustus 2009 ini. Ketika saya memperoleh limpahan atensi dan percakapan seperti terekam dalam rantai pesan-pesan pendek di bawah ini.


    Barry Hendriatmo/Jember : Slmat ultah, smg pjang umur, mrh rjki & ttap shat wl afiat. Amin. Salamku Bhd ! OKEY [Minggu, 23/8/2009 : 22.08 : 58]. Balasan BH : Terima kasih. Selamat berpuasa. [Senin, 24/8/2009 : 04.23:03].

    Mustikaningsih/Solo1 : Metpagi met nyiapin mknsahur masBos, moest berdoa+berhrp diHut ke 56 ini mas hepi sehat sll + sukses n senantiasa dlm lindunganNya ya ? Amien. [Senin, 24/8/2009 : 02.33:03]. Balasan BH : Tks, Tika. Lain kali angkanya ga usah disebut2 :-(. Kalau semua angka itu jd lilin klenteng semua, ntar pemadam kebakaran musti siap2, kan ? Sukses selalu. Salam. [Senin, 24/8/2009 : 18.39:54].

    Broto Happy W/Bogor : Ass.wr.wb. lagi sahur Mas ? selamat ulang tahun, semoga panjang umur, sehat, dan sukses selalu. Selamat beribadah puasa. Salam, Happy. [Senin, 24/8/2009 : 03.05:54]. Balasan BH : Terima kasih. Selamat menunaikan ibadah puasa. [Senin, 24/8/2009 : 04.25:08].

    Muhidin M Dahlan/Yogya : pak bambang, keluarga besar indonesia buku dan gelaran buku mengucapkan selamat ulang tahun. [Senin, 24/8/2009 : 04.22:48]. Balasan BH : Terima kasih, Gus Muh. Pesta 24 Agustusnya outsourcing saja, biar dirayakan oleh TVRI, RCTI dan SCTV :-). Salam untuk Ibuku & Gelaran Buku. Sukses selalu. [Senin, 24/8/2009 : 04.32:31].

    FX Triyas Hadi Prihantoro/Solo : Sugeng tanggap warso Mas Bambang. Sukses ya ? [Senin, 24/8/2009 : 12.19:13]. Balasan BH (1) : Tks, Mas Triyas. Pestanya kita rayakan di LSM Commitment yll ya ? Atau di RCTI dll. Mg rs capeknya dr Bali sdh pulih. Salam. [Senin, 24/8/2009 : 12.27:35]. Balasan BH (2) : Info tambahan : bl ada waktu, silakan tengok situs IB : www.indonesiabuku.com. Wawancara IB dgn saya ttg EI, menulis, membaca dan buku, sbg kado utk EI kita + saya. [Senin, 24/8/2009 : 14.35:55].

    Thomas Sutasman/Cilacap : Selamat ulang tahun, semoga hidup semakin bahagia dan mencerahkan orang lain lewat srt pembaca. [Senin, 24/8/2009 : 12.54:21]. Balasan BH (1) Terima kasih, mas Thomas utk limpahan asah asih asuh dr Anda dlm kiprah kita bersama utk berguna bg sesama melalui surat2 pembaca. Terus kita lanjutkan ya ? Salam. [Senin, 24/8/2009 : 14.06:44]. Balasan BH (2) : Info tambahan : bl ada waktu, silakan tengok situs IB : www.indonesiabuku.com. Wawancara IB dgn saya ttg EI, menulis, membaca dan buku, sbg kado utk EI kita & sy.[Senin, 24/8/2009 : 14.34:32].

    Mayor Haristanto/Solo : Happy b’day. Semoga panjang umur dan terus nulis. Salam Myr se klg. [Senin, 24/8/2009 : 13.06:58]. Balasan BH : Terima kasih. Sukses selalu pula. Salam. [Senin, 24/8/2009 : 14.10:24].

    Diana AV Sasa/Surabaya : Pak Bambang, selamat ulang tahun. Panjang usia surat pembaca. Hadiah ulang tahun dari Indonesia Buku ada di situs. Salam. [Senin, 24/8/2009 : 14.09:54]. Balasan BH (1) : Tks, mBak Diana. Td pg sy sd GR, cari2 lilin dan kuenya di situs IB. Kok blm ada ? Pdhal sy pengin bkoar2 ttg hadiah khusus dr IB. Kali krn puasa, sy tdk blh sombong ya ? [Senin, 24/8/2009 : 14.19:04].

    Diana AV Sasa/Surabaya : Saya KO, badan agak kurang fit, baru tadi bisa menulis. Maaf. Biar telat asal dapat. Hehehee…Happy birthday… Wish you all the best.[Senin, 24/8/2009 : 14.21:47].

    Joko Suprayogo/Kendal : Nuwun sewu pak, slamat berulang usia, semoga makin jaya dan tambah bijaksana. Tambah umur pasti tambah makmur, selalu senantiasa begitu. [Senin, 24/8/2009 : 14.34:14]. Balasan BH : bl ada waktu, silakan tengok situs IB : www.indonesiabuku.com. Wawancara IB dgn saya ttg EI, menulis, membaca dan buku, sbg kado utk EI kita & saya.Moga berguna. [Senin, 24/8/2009 : 14.39:40].

    Joko Suprayogo/Kendal : Bagus pak. Membaca dan menulis seperti donor darah.Ups, sedikit info pak, kemarin sempat ngomong2 sm orang (nama koran di Jateng) soal pencekalan pak BH, katanya sih tdk ada pencekalan, hahaha. Makanya pak, kritik terus (nama koran di Jateng) ! [Senin, 24/8/2009 : 14.56:40].

    Basnendar Hps/Solo : Met ultah mas, smoga sukses smua. Ttg cd softwr aq ttp ke mb beti. [Senin, 24/8/2009 : 15.19:06]. Balasan BH : Tks, Bas. Bl ada waktu, bisa tengok situs IB : www.indonesiabuku.com. Wawancara IB yll ttg EI, menulis, membaca + buku jd kado istimewa utk 24/8 ini. Mg brguna. [Senin, 24/8/2009 : 14.44:56].

    Bakhuri Jamaluddin/Tangerang. Info BH : Tks, Bakh. Bl ada waktu, bs tengok situs IB, www.indonesiabuku.com. Wawancara IB ttg EI, menulis, membaca + buku, jd kado istimewa utk 24/8 ini. Maaf, aku poso Facebook :-). [Senin, 24 Agustus 2009 : 16.49 : 02]. Balasan Bakhuri : Ya, sekalian ngabuburit.tks. [Senin, 24 Agustus 2009 : 16.52 : 55].

    Arista Budyono/Jakarta. Info BH : Siap2 buka ? Bl ada waktu, bisa tengok situs IB : www.indonesiabuku.com. Wawancara IB ttg EI, menulis, membaca + buku jd kado unik utk 24/8 ini. Maaf, Arista, aku poso Facebook :-). [Senin, 24 Agustus 2009 : 17.06 : 07]. Balasan Arista : Makasih infonya pak, nti saya cerita kalau dah dimuat di web itu. [Senin, 24 Agustus 2009 : 16.39 : 59].

    Jokowu/Solo. Info BH : Info contoh personal branding : tengok situs IB, www.indonesiabuku.com. Ada cerita2 tt EI, menulis, baca + buku, mg jd info menarik bg blog LSM Commitment yad. Salam. [Senin, 24 Agustus 2009 : 17.16:25].

    Bonny Hastuti YA/Tasikmalaya : “Selamat ulang tahun, semoga panjang umur & bahagia selalu, serta diberi kelancaran & kesuksesan dalam pekerjaan & keluarga. Ditambah rezeki yang barokah. Amien.” dari adik bonny dan keluarga di tazikmalaya. [Senin, 24 Agustus 2009 : 19.46:20]. Balasan BH : Tks untuk ucapan dan doamu. Semoga Allah memberi pahala melimpah untuk kebaikanmu. Selamat berpuasa [Selasa, 25 Agustus 2009 : 03.59:12].


    Bakhuri Jamaluddin/Tangerang : Aku sdh baca2 Indonesiabuku dan belajar beri komentar, bgmn ? Knp lagi puasa FB ? [Senin, 24 Agustus 2009 : 23.03:36]. Balasan BH : Tks ut komentarmu. Maaf, aku br baca nanti siang. Puasa FB krn godaan utk pamer, ingin mengungguli org lain + godaan nafsu mberi komentar2 tak bergizi kuat sekali :-( [Selasa, 25 Agustus 2009 : 04.06:54].

    Putri Sarinande : Selamat bertambah usia Mas, maap telat br tau. Sy pernah jln2 ke blog mas n akhirnya bc artikel seorang relasi. Tokoh ttg mas. Sampai jumpa di email. Putri Sarinande. [Selasa, 25 Agustus 2009 : 00.21:24]. Balasan BH : Tks, Putri Sarinande/PS utk surprosemu ini. awas lo, lagu PS ini jg mau dibajak Malaysia. BTW, sy punya “kue” HUT di www.indonesiabuku.com. Tks utk kebaikan hatimu. [Selasa, 25 Agustus 2009 : 04.16 :18].

    Purnomo Iman Santoso/Semarang : Selamat ulang tahun pak Bambang, 24-8-2009. Sehat selalu dan terus berkarya. [Selasa, 25 Agustus 2009 : 06.18 :25]. Balasan BH : Tks, Mas Pur. Sukses selalu juga utk Anda. BTW, sy punya “kue” HUT di www.indonesiabuku.com. Kl ada waktu silakan ditengok ya. Tks utk kebaikan hati Mas Pur. Salam. [Selasa, 25 Agustus 2009 : 07.56 :16].

    Purnomo Iman Santoso/Semarang : Ok Pak BH, sy sore ini ke warnet (maklum blm psg speedy). Seharian kemarin saya KO, penyakit turunan saya kumat-flu berat. Saya punya mimpi2, satu diantaranya tentang EI. Bantu doa Pak BH, mimpi2 sy terwujud/come true SEGERA, krn ini saling berkaitan.[Selasa, 25 Agustus 2009 : 08.17:30]. Balasan BH : Tks, Mas pur. Mg sgr sehat+bugar kembali. Ttg impian, apa sy+teman2 EI tak bs dibocori sjk dini ? Atau ini RHS agar jd surprise ? Sy sll dukung Mas Pur. Sukses selalu. [Selasa, 25 Agustus 2009 : 08.41:02].

    Purnomo Iman Santoso/Semarang : Impian sy tentang EI, mudah2an Pak BH berkenan, EI Go Nasional. Max 2010. Setuju pak ? Ini ada proses2 kreatif yg melibatkan warga EI (nantinya) dan saya yakin bisa. Amin. [Selasa, 25 Agustus 2009 : 08.45:35]. Balasan BH : Info : Th 1993 ada org Medan membajak mentah2 ide EI, lalu kirim proposal minta dana ke Mensesneg Moerdiono. Untung ia gagal. Berkat TI, EI bs makin menasional. Ayo ! [Selasa, 25 Agustus 2009 : 09.47.19].

    Purnomo Iman Santoso/Semarang : Saya selalu harus ada persetujuan Pak Bambang Haryanto selaku pendiri EI. Dan sy tdk akan menggunakan jalur-jalur berbau KKN, koneksi pejabat dan sejenisnya. Mimpi saya bersifat melengkapi dan melibatkan pendiri dan Warga EI sebagai komunitas adalah utama. [Selasa, 25 Agustus 2009 : 04.16:18]. Balasan BH : Itu contoh sj. Saya percaya pribadi sd visi-misi Mas Pur demi kebaikan EI kita. Sy bersyukur atas ide hebat Mas Pur. Sy slalu siap ut melangkah bsm, mewujudkannya. [Selasa, 25 Agustus 2009 : 10.10:53].

    Purnomo Iman Santoso/Semarang : Tks Pak BH atas kepercayaannya. Saya sangat menghargai dan berpihak pada ide inovatif, pionir, genuine. Dan tdk respek pd imitasi mau pun second product. Bantu doanya Pak BH agar Tuhan dengan kuasanya yg tak terbatas berkenan menggenapi dan menyempurnakan langkah dan karya saya, keluarga, Pak BH dan warga EI yg kreatif-inovatif-genuine. Selamat berpuasa. [Selasa, 25 Agustus 2009 : 10.20:19].

    Terima kasih, Mas Purnomo.

    Gurat di tembok. Terima kasih pula kepada Anda semua yang berbaik hati mengirimkan pesan atau menorehkannya di “tembok” akun Facebook saya. Pesan-pesan di bawah ini saya baca dari email saya. Berhubung saya ingin berpuasa Facebook sebulan ini, maka mohon maaf, saya menjawab ucapan Anda tersebut melalui blog ini pula. Ada nilai plusnya : Di Facebook data Anda tidak tercatat oleh laba-laba mesin pencari Google, sementara di blog ini akan mereka catat sehingga mudah ditemukan.


    Hartati Syukur/HerbaLife-Jakarta : "## S'lamet ulang ta'on, mas hari ## S'moga tambah sehat + sejahtera + HAPPY lahir & bathin :-) ##" [Monday, August 24, 2009 5:16 AM].

    Balasan BH :”Terima kasih, Hartati. Dulu melalui Blue Book, kini melalui Facebook. Kado bluebookmu di tahun 1987 masih utuh lho. Kamus Inggris-Indonesia-nya John M. Echols dan Hassan Shadily, dimana pada halaman 285, abjad “H” telah kau ubah dengan ditambahi tiga huruf lagi dengan tinta merah. Mungkin kini, huruf tambahan itu sebaiknya berubah menjadi “HerbaLife” ya ? Selamat berteman dengan klub Inter Milan, David Beckham, isu-isu menarik seputar kesehatan dan kesejahteraan. Sukses selalu untukmu !”

    Diana Av Sasa-Indonesia Buku/Surabaya : "Selamat Ulang tahun pak Bambang.... panjang usia...terus menulis... hadiahnya ada di situs indonesia buku ya..." [Sunday, August 23, 2009 11:56 PM].


    Balasan BH :”Terima kasih, mBak Diana AV Sasa. Kado istimewa dari Indonesiabuku itu sungguh, weleh-weleh, bisa-bisa membuat topi saya tak lagi muat. Bengkak luarnya. Mabuk di dalamnya. Habis, engga sangka, tiba-tiba muncul reaksi berantai, macam-macam, dan susul-menyusul, setelah saya Anda beri kehormatan untuk mendongeng tentang manfaat plus kesaktian surat dan surat pembaca bagi anak-anak Pakis Baru, 14 Agustus 2009 yang lalu.

    Yang istimewa, seperti saya tulis untuk teman kuliah saya dulu, betapa interaksi saya dengan mBak Diana AV Sasa dan Muhidin M Dahlan, membuat “monster buku” yang lama meringkuk dalam hibernasi [istilah ini aku dengar pertama kali dari Anez] kini sepertinya sedang bangun dan mencari mangsa. Terima kasih untuk inspirasinya !”


    Hio Is Ariyanto/OI Bento House Solo : "Atas nama Warga Oi Bento House Solo mengucapkan Selamat ulang tahun Pak Bambang smoga sehat selalu dan selalu eksis dengan semua kegiatanya :)." [Sunday, August 23, 2009 11:27 PM].

    Balasan BH :”Makasih, Is, untuk ucapan dan doaku. Walau kita tak sering ketemu, tetapi melalui media dan hati, kita senantiasa saling mendukung dan mengompori. Banyak visi-misi kita berdua yang sama, sementara aplikasinya menjadi lebih kaya ketika kita memiliki beragam cara untuk menyampaikannya. Salaut dan salam untuk Warga Oi Bento House, Solo ! “

    Thomas Sutasman/Cilacap : "Selamat ulang tahun pak. semoga semakin berbahagia dan yang lebih penting semakin mencerahkan orang lain dengan surat pembacanya" [Sunday, August 23, 2009 10:59 PM].

    Balasan BH :”Terima kasih, Mas Thomas. Maaf, saya belum bisa mengunjungi lagi Segara Anakan sampai Benteng Pendem-nya Jepang di Cilacap. Tetapi terkait dengan aktivitas kita sebagai Warga EI, saya memendam salut dan kekaguman ketika Anda mampu menularkan virus agar anak-anak didik SMP Anda berani menulis surat pembaca.

    Mari hal positif ini kita terus tularkan kepada sejawat guru lainnya, bahwa menulis surat pembaca itu merupakan revolusi yang membawa perubahan bagi anak didik kita dalam memandang sekitar dan memandang dirinya sebagai kontributor perubahan untuk menuju kebaikan bersama. Saya bangga bisa mengenal Anda !”

    Sadrah Deep/Pasarsolo.com – Solo : "Happy Birthday Pak Bambang... :))" [Sunday, August 23, 2009 6:09 PM].

    Balasan BH :”Terima kasih, Sadrah, untuk ucapan, atensi, obrolan dan pertemanan kita selama ini. Tak sangka pertemuan kita saat Solo mencanangkan 30 Juli (2008) sebagai Solo Cyberholic Day, ke depan ini masih bisa kita isi dengan aktivitas yang berguna. Memang secara fisik kita tidak selalu bersama, tetapi saya tahu, kita selalu mengompori demi kemaslahatan bersama. OK ?”

    Panji Kartiko/Jakarta : "Met ulang taun yah mas Bambang... semoga ide-ide dan pemikiran semakin briliantnya ..!!" [Sunday, August 23, 2009 6:02 PM].

    Balasan BH : “Terima kasih, Mas Panji. Waktu terus berjalan, hiruk pikuk kita sebagai suporter Pasoepati, entah di Manahan, di studio Indosiar, di Senayan, sampai saat kita sama-sama mencetuskan 12 Juli (2000) sebagai Hari Suporter Nasional di Palmerah, mungkin terlihat surut.

    Tetapi panggilan untuk berbuat sesuatu, dengan media dan strategi baru, demi kemajuan sepakbola Indonesia, syukurlah, idealisme kita itu masih membara. Mari kita tuangkan bensin kedalamnya dalam perjuangan ke depan secara bersama-sama !”

    Yohanes Yantono/ISI Solo : "Selamat ulang tahun yo, semoga berkat Tuhan selalu melimpah, tambah bahagia dan sejahtera, merdeka..." [Sunday, August 23, 2009 5:31 PM].

    Balasan BH : “Terima kasih, Empu Yantono. Kalau kita reuni, kau bisa membawa keris buatanmu yang berpamor batu bintang, aku membawa pensil dan Martinus Driyarkoro dari Dian Desa Yogyakarta (?) bisa membawa contoh-contoh aplikasi teknologi tepat guna. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberi bimbingan bagi kita, agar menjadi insan yang berguna.”

    Muhidin M Dahlan/Yogyakarta : "Keluarga Besar Indonesia Buku dan Gelaran Buku mengucapkan selamat ulang tahun. Panjang usia surat pembaca. (Pimpinan Sekretariat Pusat)." [Sunday, August 23, 2009 2:26 PM].

    Balasan BH : “Terima kasih, Gus Muh. Mungkin terilhami oleh kegotongroyongan pasukan pengawal Jenderal Sudirman, yang markasnya saat bergerilya di tahun 1947 kita kunjungi 14/8/2009 yang lalu di Sobo, Pakis Baru, Pacitan, maka ucapan Anda pun mengatasnamakan pasukan Indonesia Buku. Bagi saya, ini berkah besar. Terima kasih untuk interaksinya dalam dinginnya udara Pacitan, tetapi panas bergelora dalam seia mengobarkan semangat dan budaya literasi untuk anak-anak bangsa.”

    Bakhuri Jamaluddin/Tangerang : "Dik BH, selamat ultah, semoga sukses selalu, he he klasik ya ? Kapan semua karyanya diterbitkan dlm Otobiografi, tapi jangan dijadikan satu edisi, nanti terlampau tebal melebihi Al-Qur'an.

    Ada edisi humor, edisi epistoholik, edisi suporter, edisi buku masuk desa, edisi komedi, edisi dunia maya, edisi museum rekor, edisi buka buka buku, edisi Persis dan PSSI, etc, etc. Wah bisa jadi Mini Public Library karya "Wong UI bali ndeso Wonogiri". Kamu Pasti Bisa, Doaku Menyertaimu, Insya' Allah !" [Sunday, August 23, 2009 9:22 AM].

    Balasan BH : “Terima kasih, Mas Bakhuri. Cita-cita untuk membuat buku senantiasa naik-turun bagiku. Terkait masalah interaksi dengan penerbit, pernah naskahku “dipendam” oleh penerbit dengan status tidak diterbitkan dan sekaligus juga tidak mau mereka kembalikan. Bahkan berkelit naskah hilang. Setelah surat pembaca aku tulis, mereka lalu memohon-mohon agar kasus ini tidak dibawa ke meja hijau saat mengembalikan naskah yang hilang itu. Hal itu membuatku trauma.

    Problem lain, pergeseran teknologi. Budaya buku, budaya cetak itu, kini menuju kematian. Sampai ada blog yang membahas topik itu : http://printisdeadblog.com/. Berhubung hal itu di luar apa yang bisa saya jangkau, saya mengerjakan saja apa yang bisa saya kerjakan. Kalau ada gagasan pengin menulis, ya menulis saja. Lalu dipajang di blog, media yang karena keajaiban digital menjadi sarana berekspresi yang egaliter.

    Perkara ada yang membaca atau tidak, perkara ada yang mengomentari, baik sedikit, banyak atau tidak ada sama sekali, biarkanlah semua itu terjadi. Proses atau petualangan yang bergolak dalam benda karunia Allah yang paling demokratis dan terletak antara kedua kuping kita itu yang senantiasa memberikan sensasi yang mencandu. “Menulislah sampai jari-jemarimu sakit,” kata komedian Jerry Seinfeld. Saya belum mencapai tahap itu.

    Terima kasih, Bakh. Idemu itu kini sedang bergolak, karena perkembangan teknologi pula yang mampu membuatku, juga kita semua, tak usah lagi bersinggungan dengan para penerbit komersial ketika kita hendak menerbitkan buku. Interaksiku dengan mBak Diana AV Sasa dan Muhidin M Dahlan, membuat “monster buku” yang lama meringkuk dalam hibernasi [istilah ini aku dengar pertama kali dari Anez] itu kini sepertinya sedang bangun dan mencari mangsa. Kita bisa bikin sesuatu yang berguna, Bakh, seperti kita saat menuntut ilmu di kampus UI Rawamangun dulu-dulu itu.”


    Estafet gagasan “Ideas won't keep. Something must be done about them,” tegas Alfred North Whitehead (1861–1947), filsuf dan matematikus Inggris. Gagasan mengenai masa depan komunitas penulis surat pembaca, Epistoholik Indonesia, memang tak hanya disimpan saja. Bila disimpan, ia hanya akan menjadi mumi belaka. Gagasan itu harus terus disebarluaskan. Harus pula memiliki wajah baru dalam pelakunya dan kreasi-kreasi baru dari mereka.

    Saya harus bersyukur, taman kiprah penulisan surat-surat pembaca itu yang berisikan beragam kembang-kembang gagasan, bisa mekar. Siraman air, belaian sinar matahari dan angin, serta tanah subuh yang menjanjikan untuk diolah, menjadi panorama pada hari ini. Hari hidupku, ketika Yang Maha Kuasa masih memberi patok waktu 56 tahun. Sebagai batu pijak baru, untuk berangkat berjalan lagi.

    Penyair kesayangan mendiang Presiden AS ke 35, John F. Kennedy (1917–1963), yaitu Robert Frost (1874–1963) memiliki puisi indah yang pernah aku tulis dalam skripsiku di tahun 1984 : Stopping by Woods on a Snowy Evening (1923). Dua puluh lima tahun kemudian, kuplet terakhir puisinya itu serasa menyapaku lagi :

    The woods are lovely, dark and deep.
    But I have promises to keep,
    And miles to go before I sleep,
    And miles to go before I sleep.



    Wonogiri, 24-25 Agustus 2009

    Makalah Sumbu Pendek dan Trik Memajang Foto di Facebook


    Email kepada Sadrah/Portal PasarSolo, Minggu, 23 Agustus 2009


    Salam sejahtera,

    Bersama ini aku kirimkan makalah yang aku sampaikan di LSM Commitment, 19 Agt 2009 yang lalu [Sumbu Pendek, Ekor Panjang dan Benturan Peradaban]. Mohon bisa dipajang di blogku, di portal blog PasarSolo ini. Semoga virusnya makin berbiak di pasar ini.Terima kasih untuk bantuanmu.


    Oh ya, ngobrolin tentang foto-foto postinganmu di Facebook dll, kalau boleh aku usul/sarankan : ingatlah dan perhatikanlah [dari kacamata] PEMBACAmu, para penonton foto-fotomu itu. Mereka itu tidak melihat dan tidak mengalami apa yang terjadi terkait dengan foto-fotomu itu.

    Agar bisa merangkul atensi mereka, usahakan bagaimana foto-foto itu dapat mereka fahami. Kalau tidak bisa secara visual, harap bisa dibantu dengan teks.

    Kalau kau sajikan foto dari kacamata dirimu sendiri, yang mengalami peristiwa bersangkutan, yang dari perasaan sampai panca indramu telah “menyatu” dengan pengalaman saat itu, penonton fotomu tak kebagian apa-apa.

    Oleh karena itu, seharusnya ditambahi bingkai cerita, info/ teks 5W+1H tentang peristiwa dalam foto-fotomu tersebut. Facebook dan blog itu mendunia lho, bukan hanya khusus ditonton oleh teman-teman sekampung kita.

    Moga usul-usil ini bermanfaat.
    Wassalam.

    Bambang Haryanto

    beha

    Saturday, August 22, 2009

    Hari Kemerdekaan dan NKRI Wajah Baru


    Dimuat di kolom Surat Pembaca Harian Kompas Jawa Tengah
    Kamis, 20 Agustus 2009 : C.

    kajen,wonogiri,17 agustusan,komersialisasi


    Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia sering dirayakan sebagai pesta rakyat. Banyak warga mengadakan pelbagai kegiatan perlombaan sampai menghias lingkungan mereka masing-masing.

    Jalanan riuh dengan spanduk, rontek, bendera dan umbul-umbul. Yang menarik untuk disimak, dewasa ini makin sering menonjol pelbagai sarana hiasan itu tertera nama-nama perusahaan atau produk. Ada merek sepeda motor, jamu, bank, suplemen, dan juga rokok.

    Kemerdekaan melahirkan kebebasan. Termasuk kebebasan menarik sponsor komersial guna membiayai pelbagai aktivitas perayaan. Warga republik kita ini memang semakin jadi rasional. Bahkan cenderung semua kegiatan kini terbelenggu arus besar penguangan, monetization, alias semua hal diukur dan diupayakan agar selalu bisa menghasilkan uang.

    Inilah NKRI dalam wujud baru : Negara Komersial Republik Indonesia. Silakan para para ahli sosial memberikan analisis apakah fenomena ini semakin menggerus rasa kegotongroyongan kita, termasuk dalam merayakan 17 Agustusan ?

    Yang pasti, simak saja fenomena banyak demo yang pelakunya menjunjung tinggi UUD (ujung-ujungnya duit). Banyak pejabat publik dipenjara karena korupsi. Juga etos kerja sebagai relawan, volunteership, yang marak di negara-negara kapitalis, justru tidak memperoleh gema hebat pada budaya anak-anak muda kita di negara yang bersendikan Pancasila ini.


    Bambang Haryanto
    Warga Epistoholik Indonesia

    Sumbu Pendek, Ekor Panjang dan Benturan Peradaban


    Makalah Bambang Haryanto ini disampaikan dalam diskusi bertema “Pengaruh Internet dan Blog Terhadap Perkembangan Kehidupan Beragama dan Budaya Bertoleransi di Soloraya” yang diselenggarakan oleh LSM Commitment Solo, 19 Agustus 2009.



    Jebakan persepsi. Gambar perempuan mampu memicu pertengkaran. Satu gambar perempuan muda dan jelita, dan satunya lagi gambar perempuan tua renta.

    Satu kelompok akan bersikukuh bahwa gambar yang mereka lihat itu sosok perempuan muda dan jelita. Kelompok lainnya, melihat gambar yang sama sebagai wajah perempuan tua dan pendiriannya itu akan mereka bela mati-matian pula.

    Kalau Anda pernah membaca bukunya Stephen R. Covey, 7 Habits of Highly Effective People (1989), Anda akan menemukan ilustrasi yang mengejutkan itu. Sementara dalam bukunya yang lebih baru, The 8th Habit (2006), sosok kontroversi itu berupa gambar perempuan muda dan sosok pemain saksofon.

    Inti dari kasus perselisihan ini adalah : betapa dua orang dapat melihat obyek yang sama, saling tidak bersepakat, tetapi keduanya sekaligus sama-sama benar. Simpul Covey adalah : ini semua terjadi bukan terkait dengan logika, melainkan terkait erat dengan hal-hal psikologis.

    Gedor Covey kepada pemahaman kita selama ini : “Kalau kejadian 10 detik saja memiliki dampak begitu dahsyat bagi pemahaman kita terhadap dunia, bagaimana bila pengkondisian itu terjadi terus-menerus dalam sepanjang hidup kita ?”

    Kita ekstrapolasi : bagaimana bila pengkondisian itu ternyata sudah berlangsung ribuan tahun, berlabelkan hal yang kita nilai sebagai sesuatu yang tinggi, sakral, sekaligus sangat peka, yaitu agama ? Bagaimana pula bila pengkondisian dalam agama tersebut, agama apa saja, senantiasa sangat kental diwarnai dengan upaya penyeragaman, uniformitas, yang sekaligus menegasikan keberagaman, pluralitas ?

    Dunia kiranya hanya akan mencatat pelbagai perang dan perang semata. Juga potret-potret tindak kekejaman. Itulah yang terjadi bila ada sebagian umat bersikukuh mendukung doktrin keseragaman, baik agama, ras, budaya, politik sampai ekonomi. Contohnya, adalah Hitler dengan Nazinya, yang mengagungkan ras Arya, telah melahirkan peristiwa Holocaust yang mengerikan. Faham fasis serupa belumlah mati.

    Seragam bila mati. Kita tahu, upaya penyeragaman selalu mengalami kegagalan. “Life is plurality,” begitu kata Octavio Paz (1914-1998), diplomat, penulis dan penyair asal Meksiko. Dan hanya, “death is uniformity,” lanjutnya. Hidup itu beragam, sedang kematian adalah seragam. Apa yang mampu membuat dunia ini berputar, tutur Paz, adalah terjadinya saling memengaruhi antara pelbagai perbedaan, yaitu daya tarik dan daya tolaknya.

    Bila terjadi penindasan terhadap perbedaan dan beragam keunikan, dengan mengenyahkan peradaban dan budaya yang berbeda, kedepannya semua itu semata melemahkan kehidupan karena lebih memilih kepada kematian. Keseragaman sesuatu yang mustahil. Kalau Allah memang menghendaki keseragaman itu sejak semula, niscaya kita semua sekarang ini telah dijadikan dalam satu umat sejak manusia diciptakan olehNya.

    Lebih lanjut…..


    beha

    Thursday, August 20, 2009

    Penulis vs “Kediktatoran” Redaktur Koran


    Email kepada Muhammad Fahmi, Semarang, Jumat 21 Agustus 2009


    Pro : "Mohamad Fahmi"

    Salam sejahtera,

    Terima kasih untuk kiriman kabar via Facebook. Tentang menulis di kolom Forum-nya Kompas Jawa Tengah (KJT), saya terakhir mengirim dua kali dan ditolak. Pertama tentang Solo Batik Carnival di Solo dan yang kedua tentang Jateng sebagai sarang teroris dan strategi memerangi terorisme a la Benjamin Kuipers. Sekarang belum ada gagasan lagi.

    Tetapi dari Redaksi KJT itu ada sedikit perbedaan dalam menangani naskah. Seperti Fahmi tulis di Surat Pembaca mengenai nasib artikel yang tak menentu ketika mendekam lebih sebulan di meja redaksi koran, dan aku kira suratmu itu mewakili banyak suara terpendam (dendam) dari para penulis, syukurlah yang aku alami terakhir dalam penolakan itu rada berbeda.

    Dulunya ya sebulanan itu, tahu-tahu isinya sudah tak relevan, baru dikembalikan. Harap-harap cemasnya berakhir tragis. Padahal nulis itu kan investasi. Kalau cepet-cepet dikembalikan, sementara topiknya masih relevan, siapa tahu bisa kita kirimkan ke koran lainnya ? Pokoknya masih terbuka ada ikhtiar lain, walau peluang untuk dimuat juga semakin mengecil adanya.

    Syukurlah Fahmi secara heroik menggugat “kediktatoran” rejim redaktur koran itu. Khusus untuk KJT yang terakhir aku alami itu, mereka relatif cepat memberitahu penolakannya. Dulu kalau aku kirim ke KJT Semarang, maka yang tanda tangan saat memberitahuan penolakannya (kok) datang dari redaktur Kompas Jogja. Lucu juga. Menghindar. Kini, yang memberitahu penolakan itu redakturnya dari KJT yang di Semarang.

    Tapi KJT itu sudah jauh di atas rata-rata dalam berinteraksi dengan penulis. Mereka memberi tahu penolakan, walau alasannya yang bahkan nyaris sudah seperti template itu, sehingga bagi kita ya kadang seperti mereka itu sok (maha) tahu, sok “tangan di atas,” dan sejenisnya. Mau tak mau. Itulah rezim dari galaksi Gutenberg. Rejim atom bin dan binti kertas. Rejim penganut scarcity mentality.

    Koran-koran yang lain kayaknya lebih “jelek” lagi. Lebih otoriter lagi. Ada yang pasang peraturan, kalau 2 minggu tak dimuat, maka berarti ditolak. OK-lah, itu ketentuan mereka. Hanya saja, saya heran. Sekarang ini kan jaman Internet, masak sih, mengirimkan email penolakan secara cepat saja apa tak bisa ? Sori, aku tak tahu macam apa kesibukan di dapur redaksi terkait pengolahan naskah-naskah yang masuk itu.

    Tetapi dari kacamataku, ini impian muluk, mbok yao, ada petugas khusus dari mereka yang dari sononya sudah baik hati, suka gaul sama penulis, suka atau maniak dalam membalas surat/email (bisa diambil dari kaum epistoholik !) dan rajin memberitahu kalau naskah sudah diterima, syukur-syukur memberitahu kapan akan dimuat [“duh nikmatnya, sehingga kita bisa berkotbah di puncak bukit via FB atau Twitter untuk mengabarkan bahwa tulisan kita akan muncul di koran, tanggal sekian, topiknya bla-bla-bla…”] dan sekaligus cepat memberitahu bila penolakan tiba.

    Syukur-syukur ia juga memberitahu, misalnya, berupa masukan dan saran, misalnya “kayaknya naskah Anda ini lebih cocok dikirim ke koran A,B atau X. Coba deh kontak Mas ini atau mBak itu, ini nomor HP dan emailnya, untuk konsultasi. Kalau ga cocok, kan kita jadi nambah teman ?”

    Dalam paradigma media digital, media interaktif, bila aku bos di koran bersangkutan maka akan aku buat departemen tersendiri yang khusus menangani lalu lintas naskah ini. Pentasnya akan aku desain sebagai “water cooler” (virtual), ini tempat ngerumpi di kantor, yang transparans ibarat akuarium. Kita tahu siapa saja yang berenang dalam akuarium itu, sekaligus kata-kata mereka. Tahu yang hidup, tahu lucu, yang kelenger atau yang mati, itu semua dinamika kehidupan dalam dunia tulis-menulis terkait media koran.

    Ide terakhir ini aku petik dari buku The Internet Strategy Handbook, terbitan Harvard, dibeli di Atlanta (bukan diriku, tapi adikku). Mungkin ide ini terlalu futuristis, mengingat di masa depan ini media berbasis kertas semakin terpuruk nasibnya.

    Oh ya, untuk naskah buku humormu, sudah mencoba ke penerbit Indonesia Tera, di Yogya ? Aku tahu ia menerbitkan buku kumpulan riddle, cangkriman-nya pelawak Setyawan Tiada Tara. Telepon Indonesia Tera : 0274-515940. www.indonesiatera.com. Email : redaksi@indonesiatera.com.

    bambang haryanto

    Masih terkait sama buku, tanggal 13-14/8/2009, aku ikut acara peluncuran buku yang menghimpun surat-surat anak-anak dari Gunung Brengos, Pacitan, yang ditujukan kepada Ibu Negara, Ani Yudhoyono (foto). Atas prakarsa editornya, Diana AV Sasa, sebagai penulis surat pembaca aku diminta mengompori adik-adik kita itu untuk terus menulis. Buku itu diterbitkan oleh Indonesia Buku.

    Peristiwa ini membuatku bersyukur, bisa serumah dan dalam kedinginan Gunung Pacitan, tetapi hangat membicarakan masalah buku, dengan tokohnya : Gus Muh. Muhidin M Dahlan. Momen Pacitan itu menakjubkan. Karena “monster buku” dalam diriku sudah terlalu lama tidur, hibernasi, sejak dua buku kumpulan leluconku terbit tahun 1987. Dan nampaknya monster itu kini bangkit dan mencari mangsa. Kalau ada waktu, ikhtisar singkat momen Pacitan dan buku itu bisa di cek di : beha.blogspot.com.

    Agar saya tak terlalu kelaparan, maka pelampiasannya ya menuliskan obrolan ini. Moga bermanfaat. Terakhir, mohon maaf lahir dan batin. Selamat Menunaikan Ibadah Puasa.

    Wassalam,


    Bambang Haryanto

    Monday, August 17, 2009

    Gus Muh, Diana AV Sasa, Buku Anti Rubuh dan EI


    Email untuk Muhidn M Dahlan dan Diana AV Sasa, 18 Agustus 2009

    Dear Gus Muh, Muhidin M Dahlan
    Dear mBak Diana AV Sasa,



    Salam sejahtera. Wonogiri dulu terkenal sebagai sarang penderita sakit beriberi. Si penderita kakinya bengkak, akibat kekurangan gizi.

    Kini Wonogiri, berkat virus Anda berdua, terserang demam gigantism. Sakit Godzilla. Size does matter, walau tak terkait dengan kreativitas a la Mak Erot. Karena terkait dengan buku.

    Kredo Gus Muh saat mengobrol di Kajen, lalu saya temui di Para Penggila Buku, tentang buku yang tak mampu rubuh dengan dorongan jari, sungguh-sungguh menggoda saya. Buku-buku Ibuku nampaknya bila hendak didorong jatuh harus juga menyebabkan raknya rubuh. Atau bahkan perpustakaanya juga wajib ikut runtuh.

    Semua itu terjadi berkat POD atau BID, bukan ? Saya pernah membaca ulasannya di Kompas dan memperoleh brosur [tak komunikatif] dari Kanisius. Masih blur. Ketika dalam perjalanan Kajen-Pakis Baru, ketika mBak Diana menyebutkan POD, gambarnya semakin jelas : saya mulai menemukan jawaban. Ditambah kredo buku anti rubuh dari Gus Muh, maka lampu-lampu baru di kepala saya tentang buku menyala. Atau menyala lagi. Saya menemukan jalan.

    Dalam perjalanan pulang diantar Bapak, diantara kelok-kelok tajam jalan Pakis Baru-Purwantoro [10 menit pertama, kayaknya saya akan mabuk, untung saya ingat isi dekoder, cara penyajian buku secara unik, tentang teknik shiatsu, sehingga engga jadi muntah mengotori jok mobil], saya sempat bilang ke Bapak :

    “Saya juga suka buku, tetapi ketika bertemu Gus Muh dan mBak Diana, saya rasanya masih berada jauh di tepian. Tak mengira betapa buku bagi mereka (Anda berdua) sudah menjadi sebuah kegilaan yang mendalam. Ya membaca, ya memproduksikannya . Bukan main !”

    Hitung-hitung, sudah 22 tahun “arwah buku” itu tidur panjang dalam hidup saya. Tahun 1987, terbit dua buku kumpulan lelucon saya. Tahun 2004, naskah buku sepakbola saya ditolak Galang Press (OK, tak apa). Lalu diumpetin satu setengah tahun, mereka bilang hilang, di gudang Tiga Serangkai Solo. Diterbitkan tidak, dikembalikan juga tidak.

    Sesudah saya tulis di surat pembaca, naskah itu ditemukan, lalu mereka kembalikan dengan imbalan sekadarnya. Saya lalu jadi “kanji” alias traumatis dengan penerbit.

    Syukurlah, setelah berkemah di kedinginan Pakis Baru, selain menyemangati anak-anak Pakis Baru, Pacitan, untuk melanjutkan kegiatan menulis sesudah peluncuran buku mereka (foto), ketemu Anda berdua dan cerita-cerita POD/BID, semoga kini arwah buku dalam diri saya itu bisa hidup lagi. Terima kasih.

    Oh ya, mBak Diana, di Para Penggila Buku, Anda belum atau tidak banyak menyebut Wonogiri. Apakah di blog-blog Anda, cerita Anda saat di Wonogiri, ada ? Suatu saat saya pengin menulis di blog saya, The Morning Walker (wonogirinews24.blogspot.com), cerita tentang pertemuan saya dengan Anda, yang sungguh ajaib, membuka mata saya betapa sedikit-banyak Wonogiri punya andil bagi diri karier literasi Anda sampai saat ini. Wonogiri harus mendengar dan membaca hal ini.

    Seperti diri saya sendiri sebagai blogger, banyak orang Wonogiri tak tahu akan hal itu. Tak apa. Oleh karenanya, walau nantinya tak dibaca ribuan orang, saya ingin memperoleh cerita dari Anda tentang tahun-tahun di Wonogiri Anda. Saya ingin meneteskan keluhuran ini, lewat blog, kepada wong Wonogiri terkait penemuan tak terduga saya dengan diri Anda.

    Karena untuk blog, silakan sebut saja banyak sekali nama, baik terkait dengan SD 3, SMPN 1, SMAN 1 (?), teman-teman sekelas dan atau guru, selain orang terdekat Anda dalam ranah literasi, Suster Anthony atau pun tentang mBah Iman Moestari. Ga buru-buru, mBak Sasa. Kirim ceritanya, ketika Anda tak lagi sibuk saja. Matur nuwun.

    Kabar lain, masih ingat nama Khoe Seng Seng ? Penulis surat pembaca yang terancam dihukum itu, penerima Tasrif Award 2009 itu, kini DILAPORKAN LAGI oleh eksekutif pengembang, PT Duta Pertiwi, yang juga menjeratnya dengan pasal-pasal pencemaran nama baik LAGI. Dulu Pak Khoe diperiksa langsung oleh Mabes Polri, kini oleh Polda Metro Jaya. Bagian yang memeriksa dia adalah bagian KEAMANAN NEGARA.

    Seharian, 16/8/2009, Pak Khoe mengirimkan SMS, cerita bahwa segala pemeriksaan itu adalah upaya membuat ia menyerah, bungkam selamanya, sehingga tidak menjadi inspirasi bagi ribuan penyewa properti (dari pengembang itu) lainnya untuk ramai-ramai mengungkapkan kecurangan-kecurangan si pengembang bersangkutan. Perkembangan ini telah saya kabarkan ke AJI, pemberi award, dan juga teman-teman di milis EI.

    Well, Gus Muh dan mBak Diana, sekian dulu kabar dari Wonogiri. Saya belum bisa menulis di blog lagi. Esok, didaulat jadi pembicara dalam acara peluncuran blog di Solo, www.mediakeberagaman.com. Mau cerita ujaran Chris Anderson tentang si buntut panjang diramu kata-kata Pak Samuel Huntington bahwa dalam dunia politik kontemporer yang kini sedang membara adalah, “the age of muslim wars.”

    Agar tak nampak sangat vakum, ya, saya menulis obrolan ini pula untuk Anda berdua. Salam untuk Eri Irawan di Surabaya. Kok aku engga dicantumin di berita Ibuku :-( ?

    Salam episto ergo sum,


    Bambang Haryanto

    Tuesday, August 11, 2009

    FX Triyas HP, Diskusi Solo dan Menyebar Virus EI Ke Pacitan


    Email ke FX Triyas Hadiprihantoro di Solo dan warga Milis EI, Rabu, 12 Agustus 2009



    Dear Mas FX Triyas Hadiprihantoro di Solo dan warga Milis EI,


    Salam episto ergo sum.
    Semoga sehat-sehat adanya. Terima kasih untuk sms Anda, 10 Agustus 2009 pagi, terkait artikel saya berjudul “Monster Hydra, Budaya Jawa dan Terosrisme” di Solopos, 10/8/2009. Bisa di klik di : http://www.solopos.co.id/zindex_menu.asp?kodehalaman=h04&id=282826 . Atau di blog Esai Epistoholica : http://esaiei.blogspot.com.

    Mas Triyas sudah dapat kopi kerangka acuan untuk acara diskusi, 19 Agustus 2009 mendatang ? Saya belum. Kalau ada kopinya, mohon bisa Anda tularkan kepada saya via email pagi ini. Kenapa pagi ini ? Inilah waktu bagi saya untuk bisa mengakses Internet secara gratis di Perpustakaan Wonogiri [“terima kasih Pak Sardjito, matur nuwun untuk mbak Dewi Werdiningsih..” ].

    Tetapi yang unik, akhirnya kita sebagai warga EI (semoga) bisa tampil di depan forum, secara bersama-sama. Walau Jokowu belum secara eksplisit cerita tentang topik diskusi dengan komunitas blogger dan media socialist dari Solo itu, saya kira nilai-nilai dari kiprah kita sebagai warga EI akan secara tidak langsung atau langsung banyak tercurah di sana nantinya. Kita sebarkan virus-virus luhur EI kita ini.

    Oh ya Jokowu dan Ika, yang temannya Sadrah Sumariyarso dari PasarSolo, www.pasarsolo.com, kemarin ke rumah saya. Itu kunjungan kedua. Ngobrol sebentar tentang acara diskusi itu. Tetapi ia malah belum bawa TOR-nya, walau secara garis besar ide diskusinya itu dalam rangka menumbuhkan interaksi yang serasi di tengah keragaman pluralitas dalam masyarakat (Solo), merupakan topik yang hot dan pantas dielaborasi.

    Di acara itu kelak, terlintas di benak saya, saya hanya ingin cerita mengenai fenomena buntut panjangnya, the long tail, dari Chris Anderson. Kini siapa saja, dengan bakat atau karakkter yang paling esoterik (nyleneh) pun, asal tampil di Internet, akan mudah ditemukan oleh mereka yang memiliki interes terhadapnya. Untuk berhasil, untuk menjadi manusia utuh, orang harus membuka diri. Ada kredo bilang, “kalau di Facebook seseorang tidak menceritakan mimpi dan ketakutannya, ia bukan pribadi yang layak dipercaya.”

    Masa kerahasiaan sudah sekarat. Walau ironisnya negara ini sampai pengusaha justru menghukum mereka yang dituduh membuka-buka rahasia mereka. Ingat kasus Prita Mulyasari dan juga Pak Khoe Seng Seng ?

    Kabar lain : 13-14 Agustus 2009 ini, kalau jadi, saya mendapat anugerah untuk menularkan virus menulis surat dan juga surat pembaca, ke Pacitan. Tepatnya di desa Pakisbaru, kec Nawangan, Pacitan. Petikan isi email pemrakarsa kegiatan itu, Diana AV Sasa :

    “Perkenalkan, saya Diana AV Sasa, salah satu penulis di Lembaga Riset dan Penerbitan Indonesia Buku (iboekoe). Saya mengenal Pak Bambang dari penelusuran saya mengenai epistoholik. Saya sedang tertarik untuk menuliskannya.

    Kebetulan, tanggal 14 Agustus 2009 ini, kami akan meluncurkan buku himpunan surat-surat anak-anak dari puncak gunung Brengos di Pacitan untuk ibu Negara. Ibu Negara tidak tahu menahu mengenai surat itu. Buku itu diterbitkan dengan maksud sebagai pembelajaran pada masyarakat mengenai fungsi kontrol terhadap kebijakan publik melalui surat.

    Untuk itu, kami ingin sekali mengundang Pak Bambang Haryanto untuk berkenan berbagi pengalaman pada masyarakat di desa itu mengenai fungsi dan kekuatan surat pembaca. Acara akan diselenggarakan pukul 13.30 WIB. Bertempat di Gelaranbuku Pakis, desa Pakisbaru, kec Nawangan, Pacitan. Jika Bapak bersedia, kami akan menjemput ke Wonogiri. Kebetulan saya pribadi pernah 5 tahun di Wonogiri. Dahulu sempat kost di Kajen, rumah Mbah Modin Iman (alm). [Info : rumah saya dengan rumah mBah Modin Iman Mustari itu hanya berjarak 70 m-BH].

    Demikian, kami menunggu jawabannya segera mengingat acara sudah mendekati tanggal pelaksanaan.”

    Sekian kabar-kabur dari Wonogiri. Selamat terus menulis, dengan gairah dan senang hati, guna memberikan manfaat bagi sesama. Sejahtera selalu. Salam sukses selalu.


    Bambang Haryanto

    beha

    Suardi Tasrif Award 2009, Khoe Seng Seng dan Epistoholik Indonesia


    Email kepada Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI), 11 Agustus 2009


    Salam sejahtera,

    Terima kasih untuk penghargaan Tasrif Award 2009 dari AJI kepada Pak Khoe Seng Seng. Kegigihan beliau menjadi inspirasi bagi kami, warga komunitas penulis surat pembaca se-Indonesia, Epistoholik Indonesia (EI).

    Secara pribadi, dan juga kawan-kawan di EI, sejak setahun lalu kami menggalang kontak sms dan email dengan Pak Khoe. Berusaha selalu mensupport perjuangan beliau. Semoga beliau nanti benar-benar bebas, sehingga udara segar akan senantiasa mengalir ke paru-paru kami, dalam upaya menyuarakan pendapat demi kebaikan iklim berdemokrasi di tanah air.

    Saya akan senang hati bila bisa memperoleh foto saat penganugerahan Tasrif Award tersebut, sehingga dapat kami pajang di blog EI, http://episto.blogspot.com dan blog saya sebagai pendiri komunitas EI, di http://esaiei.blogspot.com.

    Salam saya dari Wonogiri,

    Bambang Haryanto
    081329306300
    Penerima Mandom Resolution Award 2004 sebagai pencetus EI

    beha

    Virus Epistoholik dan Anak-Anak Pacitan


    Email kepada Diana AV Sasa, 10 Agustus 2009


    Dear Diana,

    Salam sejahtera.
    Salam episto ergo sum.

    Thanks untuk infomu yang inspiratif. Sekadar obrolan, saya ya tahu mBah Iman. Dari perempatan (utara rumah mBah Iman), ke timur, 3 rumah di selatan jalan, itulah rumahku.

    Dengan senang hati saya bersedia untuk memenuhi undangan Sasa. Apa yang harus saya persiapkan ? Misalnya, he-he, saya harus bangun jam berapa, di tanggal 14 Agt itu ?

    Sampai kontak berikutnya. Sukses selalu.
    Salam saya,


    Bambang Haryanto

    -----

    8 Agustus 2009

    Yth Bapak Bambang Haryanto
    Di Wonogiri

    Salam sejahtera dan damai kami sampaikan

    Perkenalkan, saya adalah Diana AV Sasa, salah satu penulis di Lembaga Riset dan Penerbitan Indonesia Buku (iboekoe). Saya mengenal Pak Bambang dari penelusuran saya mengenai epistoholik. Saya sedang tertarik untuk menuliskannya.

    Kebetulan, tanggal 14 Agustus 2009 ini, kami akan meluncurkan Buku surat-surat anak-anak dari puncak gunung Brengos di Pacitan untuk ibu Negara. Ibu Negara tidak tahu menahu mengenai surat itu. Buku itu diterbitkan dengan maksud sebagai pembelajaran pada masyarakat mengenai fungsi kontrol terhadap kebijakan publik melalui surat.

    Untuk itu, kami ingin sekali mengundang Pak Bambang Haryanto untuk berkenan berbagi pengalaman pada masyarakat di desa itu mengenai fungsi dan kekuatan surat pembaca. Acara akan diselenggarakan pukul 13.30 WIB. Bertempat di Gelaranbuku Pakis, desa Pakisbaru, kec Nawangan, Pacitan.

    Jika Bapak bersedia, kami akan menjemput ke Wonogiri. Kebetulan saya pribadi pernah 5 tahun di Wonogiri. Dahulu sempat kost di Kajen, rumah Mbah Modin Iman (alm).

    Demikian, kami menunggu jawabannya segera mengingat acara sudah mendekati tanggal pelaksanaan.

    Terimakasih,

    Salam

    Diana AV Sasa


    beha

    Monday, August 10, 2009

    Monster Hydra, Budaya Jawa dan Terorisme


    Artikel Bambang Haryanto dimuat di Solopos, Senin, 10 Agustus 2009, hal : 4


    bambang haryanto,artikel,terorisme,budaya jawa,noordin m top,solopos 10/8/2009

    Noordin M Top diduga telah tamat riwayatnya. Yang mengagetkan, gembong aksi terorisme nomor wahid di Asia Tenggara itu tewas dalam serangan Densus 88 di Beji, Temanggung. Sebelumnya, aparat memburunya sampai Cilacap, tempat ia diduga memiliki istri ketiga.

    Mengapa teroris asal Malaysia itu nampak nyaman bersembunyi dan sekaligus terus giat merancang aksi-aksi terornya dari Jateng? Sebagai teroris yang licin, tampaknya Noordin tahu benar keSitus Harian Solopolemahan budaya Jawa.

    Lanjutnya di :

    Situs Harian Solopos

    Blog Epistoholik Indonesia


    beha

    Aplus Untuk Austin Heap dan Reformis Iran


    Komentar Bambang Haryanto di blognya Austin Heap, 7 Agustus 2009


    Catatan Bambang Haryanto : Pemilihan umum presiden di Iran yang menyatakan inkumben Mahmoud Ahmadinejad sebagai pemenang memicu gejolak demo besar-besaran. Opini umum menyatakan bahwa pemilu itu diwarnai kecurangan berat dan pemimpin oposisi Mir Hussein Mousavi seharusnya yang tampil sebagai pemenangnya.

    Demo kaum reformis itu menyebabkan sedikitnya 30 warga Iran tewas dalam bentrok melawan polisi. Ratusan lainnya masuk penjara dan diadili. Kaum reformis Iran segera memindahkan aksi demonya di Internet, memanfaatkan situs media sosial seperti YouTube, Facebook dan Twitter, untuk melampiaskan amarah dan untuk mengorganisasikan gerakan demo selanjutnya. Ikhtiar kaum reformis Iran ini segera dibalas pemerintah, dengan memblok akses Internet tersebut.

    Perjuangan warga Iran itu segera didengar oleh dunia. Termasuk oleh komunitas teknologi informasi yang segera mengerahkan daya pikir untuk membantu warga Iran dalam menerobos blokade dan filter yang dipasang pemerintah Iran.

    Radio BBC dalam siarannya tanggal 7 Agustus 2009, mewartakan ikhtiar anak muda asal San Francisco, Austin Heap (25 tahun) dan Daniel Colascione (24) asal Buffalo, New York, merancang peranti lunak anti filter yang mereka namakan sebagai Haystack.

    Ikhtiar kedua anak muda tersebut segera mendongkraknya menjadi pahlawan perjuangan bangsa Iran. Dalam foto nampak Austin Heap berpidato dalam rally solidaritas untuk rakyat Iran di San Francisco, yang suaranya melalui BBC hingga menembus hati saya di Wonogiri.

    Terpicu ikhtiar kedua anak muda tersebut yang sejalan dengan nilai-nilai perjuangan warga Epistoholik Indonesia, segera saja berita di BBC Siaran Indonesia itu mendorong saya keesokan hari untuk ikut menulis komentar singkat di situsnya Austin Heap tersebut. Isi selengkapnya :

    Thanks, Austin. Your voice via BBC last night inspired us, and we believe that Internet are great vehicle for good people. Like you.

    by: bambang haryanto (indonesia), Aug 6th at 10:09 pm


    Sebelumnya, di antara ratusan komentar dalam blognya Austin Heap itu, nampak belum ada komentar yang merujuk sesuatu artikel tentang perjuangannya. Sungguh mengejutkan, sesudah komentar saya itu muncul tiba-tiba disusul dengan komentar yang menarik. Isi selengkapnya :

    Fantastic work and very worthy indeed. Article on BBC about your work. We people of the world salute you and Daniel Colascione.



    beha

    Khoe Seng Seng, Suardi Tasrif Award 2009 dan Warga EI


    Email kepada Lasma Siregar dan Milis EI, 7 Agustus 2009


    Dear Bung Lasma Siregar di Melbourne,

    Thanks untuk info yang membesarkan hati ini. Saya salut untuk kegigihan Pak Khoe selama ini. Saya ikut bangga atas prestasi hebat beliau ini.

    Perjuangan Pak Khoe, ibu Prita dan Pak Komari dkk (ini orang Wonogiri, silakan cek di http://wonogirinews24.blogspot.com, sungguh menjadi inspirasi bagi kami, warga EI.

    Terima kasih.

    Salam dari Wonogiri

    Bambang Haryanto


    Khoe Seng Seng Mendapat Tasrif Award 2009
    Email Lasma Siregar kepada Bambang Haryanto, 6 Agustus 2009


    Jakarta, 6 Agustus 2009. Khoe Seng Seng alias Aseng mendapat anugerah Tasrif Award tahun 2009. Menurut Dewan Juri, Khoe Seng Seng layak mendapat penghargaan tersebut karena telah berjasa memperjuangkan kebebasan berpendapat dan hak-hak konsumen melalui surat pembaca. Khoe Seng Seng bukan hanya membela dirinya sendiri, tapi juga membela hak-hak puluhan konsumen lain.

    Tindakan Khoe Seng Seng dilakukan dengan menulis surat pembaca di Kompas pada 26 September 2006 berjudul "Duta Pertiwi Bohong" dan di Suara Pembaruan pada 21 November 2006 berjudul "Jeritan Pemilik Kios ITC Mangga Dua". Dia mengaku tertipu oleh PT Duta Pertiwi selaku pengembang ITC Mangga Dua yang tidak pernah memberitahu status kepemilikan sebagai Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan Lahan, bukan Hak Guna Bangunan Murni.

    Namun, akibat tulisan tersebut Khoe Seng Seng dijerat dengan pasal-pasal pencemaran nama. Ia dihukum pidana 6 bulan percobaan oleh Pengadilan Neneri Jakarta Timur. Khoe Seng Seng juga digugat secara perdata oleh PT Duta Pertiwi. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengharuskan Khoe membayar ganti rugi satu miliar rupiah. Namun putusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Saat ini, kasus perdata tersebut tengah ditangani Mahkamah Agung.

    Seperti Prita Mulyasari yang dijerat pasal pencemaran nama akibat keluhannya melalui surat elektronik, Khoe Seng Seng harus berhadapan dengan perusahaan besar. Namun, Khoe Seng Seng tidak pasrah dalam ketidakberdayaan. Khoe aktif menggalang dukungan publik untuk membela hak-hak konsumen.

    Dewan Juri Tasrif Award 2009 terdiri dari Eddy Soeprapto (Televisi Pendidikan Indonesia), Anung Karyadi (Kemitraan untuk Reformasi Pemerintahan) dan Mariana Amuruddin (Jurnal Perempuan).

    Dewan Juri telah mendapat masukan dari publik mengenai calon penerima dan menyeleksi berdasarkan berbagai masukan mengenai latar belakang calon.

    Anugerah Tasrif Award merupakan penghargaan tahunan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Penghargaan ini sebagai penghormatan terhadap Suardi Tasrif, jurnalis-cum- lawyer, Bapak Kode Etik Jurnalistik Indonesia, yang aktif membela kebebasan berpendapat dan memerangi korupsi.

    Untuk mendapat penghargaan ini, seseorang harus memenuhi kriteria, yaitu: (1) terlibat dalam menegakkan nilai-nilai keadilan dan demokrasi, (2) memiliki komitmen dan integritas moral, dan (3) mengungkap kasus ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.


    beha