Kompas Jateng Pergi, Tribun Jateng Menanti ?
Oleh : Bambang Haryanto
Email : epistopress (at) gmail.com
Salam episto ergo sum !
Semoga Anda sehat-sehat di tahun yang baru, 2011.
Sebagai kaum epistoholik, awal tahun saya membaca koran pertama kali, yaitu Kompas 3/1/2011. Tampak tipis. Sudah tidak ada lagi lembaran Jawa Tengah.
Di halaman pertama,terpajang manifesto dari Pemrednya, Rikard Bagun, mengenai dihapuskannya lembaran daerah itu. Kompas, katanya, ingin "tetap" atau ingin "kembali" sebagai koran nasional.
Toh, tetap ada sesuatu perasaan yang hilang ketika tak bisa melihat lembaran Kompas Jawa Tengah itu lagi. Boleh jadi, karena lembaran itu, ketika baru terbit di tahun 2004, dapat dikatakan sebagai mitra dekat komunitas Epistoholik Indonesia kita.
Saat-saat itu Mas Joko Suprayoga, Mas Triyas dan saya, disusul Mas Purnomo Iman Santoso, seperti berlomba berkontribusi melalui kolom terhormat tersebut. Sehingga sampai ada penulis surat pembaca dari Semarang perlu meresensi sabetan pedang-pedang pena dari trio pendekat EI itu.
Muncul tahun 2004 dan surut tahun 2011, melewati masa 7 tahun. Mungkin angka ini yang membuat beberapa aktifis EI memperoleh cenderamata perpisahan, berupa 7 mug Kompas itu. Terima kasih, Kompas.
Alfa-Omega.
Awal dan akhir.
Kolom surat pembaca Kompas Jawa Tengah, sebagai catatan sejarah komunitas EI kita, untuk penerbitan yang terakhir kalinya, 31 Desember 2010, telah dihiasi oleh tulisan Mas FX Triyas Hadi Prihantoro. Judulnya, "Tahun Baru, Etika Baru." Salut Mas Triyas untuk pesan perpisahan yang mencerahkan.
Menatap ke masa depan. Seperti kabar dari Nurfita, mungkin Kompas Jawa Tengah akan digantikan dengan koran baru, Tribun Jawa Tengah. Begitukah ?
Saya baru saja baca-baca situs Kompas, mengenai laporan aktivitas menyambut Liga Premier Indonesia di Solo sore nanti (8/1/2011) yang ditulis wartawan Tribun Jogja. Apakah koran Tribun Jogja sudah terbit ?
Merujuk data dari media maya itu, sepertinya dugaan Nurfita itu akan jadi kenyataan. Sebagai kaum epistoholik di Jawa Tengah, mungkin kita akan memperoleh mitra baru, wahana baru untuk berkarya.
Ada cerita ekstra. Saat beli Kompas itu, saya sempat melongoki koran Suara Merdeka, 3/1/2011. Halaman untuk surat pembaca tidak ada. Karena diduduki oleh iklan berita duka. Satu halaman sendiri.
"Orang yang meninggal tetapi mendatangkan uang, rupanya lebih baik daripada karya orang yang hidup tetapi tidak menghasilkan uang," gitu celetuk jahil saya.Sori, Mas Kukrit. Tak apa-apalah.
Peniadaan halaman semacam ini, bagi saya seperti menjadi ironi. Utamanya bila merujuk heboh baru tentang Gayus Tambunan yang pergi lagi ke Singapura, Makau dan Kuala Lumpur itu.
Orang ini kekuatan negosiasinya, hebat bener. Sampai-sampai di Facebook saya tulis, karena kagum atas powernya yang satu itu, sehingga membuat ia bisa pergi-pergi kemana saja ia mau.Saya tulis,bahwa kepergiannya kali ini membawa misi mulia.
"Gayus lagi melaksanakan tugas/mandat dari Sekjen PBB, Ban Ki-moon. Untuk mendamaikan konflik Korea Utara vs Korea Selatan."
Mas Pur berbaik hati, menimpali cerita lebay itu dengan ha-ha-ha...
Tetapi Anda tahu siapa pemicu kabar heboh tentang Gayus itu lagi ? Saat ia keluyuran di Bali, pengungkapnya wartawan foto Kompas, Agus Susanto. Kali ini pemicunya, Devina, yang menulis surat pembaca di Kompas Minggu, 2/1/2011.
Gumam saya : kalau ada kolom sehebat itu manfaatnya, seperti pula isi surat pembaca Hendra NS yang bikin geger RI-1 karena mengkritisi aksi sewenang-wenang pengawal presiden, mengapa koran-koran kita justru terkesan berlomba untuk menghapuskannya ?
Anda punya jawaban ?
Saya nantikan.
Salam episto ergo sum,
Bambang Haryanto
PS : Saat ini saya lagi mabuk baca-baca surat jenis lainnya. Yaitu surat berisi rayuan untuk menjadi kaya-raya tanpa perlu bekerja.Kalau di kotak sampah email Anda menemukan surat dari orang tak Anda kenal, tapi menawari Anda uang jutaan dollar hanya dengan mengirim data diri sampai nomor rekening bank Anda, itulah surat resep kaya a la Nigeria. Istilah lainnya, "scam 419" sampai "nigerian scam." Ketik saja di Google, Anda akan kebanjiran cerita tentang surat-surat ajaib itu.
Saya mabuk, bukan karena ingin meniru hal itu. Tetapi saya sedang berusaha mencari celah-celah kreatif untuk mencari sisi-sisi humornya. Baik bagi kreatornya mau pun dari sisi korbannya. Karena setiap hari, setiap membuka email, surat gaya Nigeria itu selalu saja ada.Bahkan tak hanya satu-dua surat. Itu menandakan : bisnis mereka itu berjalan dengan sentosa.
Siapa tahu, aktivitas ini bisa mengisi kegiatan ketika kolom-kolom surat pembaca di koran-koran kita sudah dihapus kaplingnya sama sekali :-((
Terkait humor, kabar tak penting, buku saya Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau (Imania, 2010), masih belum jelas situasinya. Syukurlah, ada kabar bagus dari Bandung, bahwa "serapannya lumayan di toko Togamas Bandung." Mungkin ini gara-gara saya dibantu promosi oleh Putri Adityowati, mahasiswi jurnalistik Unpad, yang jadi mewawancarai saya di Wonogiri untuk pengin tahu tentang EI, beberapa hari yang lalu.
Saat mengobrol ekstra, ia saya beri bonus, tentang kiat penguatan memory muscle, myelin (kata pak Rhenald Kasali), yang kiranya wajib dilakukan oleh para penulis, jurnalis dan juga kaum epistoholik. "Menulislah setiap hari !," begitu ajakan saya untuk Putri.Menulis secara "berdarah-darah," bukan menulis a la status di Facebook, atau berkomentar seperti "xixixi" atau "wakakakkka" dan sejenisnya itu.
Ketamuan Putri yang mahasiswi Unpad itu, rupanya lalu menular hingga saya punya kaitan dengan Badui U. Subhan, alumnus Sastra Indonesia, dari Unpad juga. Ia telah berbaik hati menulis resensi untuk buku humor politik saya di atas.
Bila Anda punya waktu dan minat, silakan segera klik disini.
Mungkin Mas Purnomo Iman Santoso saja yang sudah tahu akan isi resensi itu, sehingga berbaik hati menulis komentar di status saya di FB. Kabarnya, dirinya telah membeli buku Komedikus Erektus. Terima kasih, Mas Pur. Moga bisa jadi inspirasi warga EI untuk menulis buku juga.
Kembali bab EI. Dua tahun lalu, Hendro,kakak angkatannya Putri, juga mau bersusah-susah tur cari info bab EI sampai Wonogiri. Kayaknya EI klop banget sama Unpad ? Tetapi belum "klop" sama Undip, UKSW, UNS, sampai UGM ?
Wonogiri, 8/1/2011
om;mas bro; bisa minta alamat kontak si badui uhan subhan nich emen lama lost kontak thank sebelumnya kontak FIA LAKSONO (Atoenx@yahoo.com)
ReplyDelete