Indonesia, Surga Kaum Koruptor, Juga Koruptor Pulsa !
Dari tabu menjadi lawakan. Itulah judul artikel dosen UIN Sunan Kalijaga, Al Makin, di situs The Jakarta Post (4/9/2011), yang menggambarkan betapa merajalelanya korupsi di Indonesia.
Antara lain ia bertanya : apakah kita punya waktu untuk terbebas dari korupsi ? Jawabnya : “Seperti tikus, kaum koruptor tak pernah berhenti, mencuri uang negara dari Senin sampai Minggu, dari Januari sampai Desember, termasuk di hari Kemerdekaan, di bulan Ramadhan, hari Natal, hari Nyepi, dan hari-hari libur lainnya.”
Apakah kita mampu menemukan tempat yang terbebas dari korupsi ? Jawabnya lagi : “Hantu korupsi bergentayangan di jalan-jalan, kantor, lapangan sepakbola, lautan, suangai jembatan, bandara, terminal bis, stasiun kereta api, sekolah, universitas, bahkan di udara, tanah dan air.”
Terima kasih, Pak Al Makin.
Heboh terbaru adalah kasus korupsi yang meruyak di udara, yaitu kasus pencurian pulsa. Seperti yang pernah saya tulis di kolom ini, saya adalah salah satu korbannya.
Ketika HP saya tiba-tiba mendapat kuis-kuis keagamaan yang dangkal-dangkal dan tidak saya perlukan dari nomor “9393” dan kemudian tahu-tahu pulsa tersedot 2000 rupiah, saya komplain di status di akun FB saya ini. Banyak teman yang memberi saran agar mengirim “Unreg” ke operator konten itu.
Terima kasih, teman-teman.
Saya melakukan saran Anda. Bunyi sms mereka :
“Anda sudah berhenti berlangganan SMS 9393.”
Pengirim : 9393.
Pusat pesan : +6281100000
Dikirim : 19 September 2011 : 09.41.38”
Tetapi tetap juga dengan hati gondok.
Karena untuk keluar itu pun pulsa saya tetap terpotong 350 rupiah. Datang tidak diundang, pergi-pergi tetap meninggalkan hati yang meradang.
Kemaruk 500 SMS Gratis. Sebelumnya, saya juga merasa tidak beres ketika dari nomor “222” memberikan bonus gratis 500 sms. Iming-iming itu tiba-tiba muncul ketika secara beruntun saya harus mengirimkan sms kepada, kira-kira, belasan orang.
Apakah nomor “222” ini milik Telkomsel ? Kalau tidak, mengapa operator “222” seperti tahu aktivitas saya ber-sms saat itu ? Apa Telkomsel telah membocorkan kecenderungan saya ber-sms-ria saat itu kepada operator “222” tersebut ? Kira-kira rahasia konsumen apa lagi yang diketahui oleh operator dan berpeluang dibocorkan kepada penyedia isi untuk keuntungan salah satu atau keduanya
Ketika menerima pertama kali, tentu hal itu nampak seperti menyenangkan. Di benak saya kemudian tiba-tiba muncul keinginan untuk mengirimkan sms, sekadar “say hello” atau kirim kabar remeh temeh kepada teman atau kerabat yang semula tidak masuk agenda.
Angka 500 sms gratis seolah memberi kita ilusi keleluasaan tanpa batas. Dan menggoda untuk harus dan segera dimanfaatkan. Karena begitu meliwati tengah malam, layanan itu hapus. Bahkan ketika layanan 500 sms itu baru saya pakai sekitar 30-an sms, sudah muncul layanan baru lagi. tersedia 100 sms gratis untuk bisa saya gunakan.
Tetapi begitu saya gunakan, kuota sms yang berkurang justru pada kelompok “100” itu dan bukan dari kuota yang “500.” Kerancauan pun terjadi. Kemudian saya akhirnya menduga, kedua layanan ini sebenarnya merupakan jebakan. Konsumen dikilik-kilik untuk memanfaatkan iming-iming gratis itu, di mana nafsu serakah kita dikobar-kobarkan, sekaligus membuat sikap kehati-hatian dan correct menjadi tergusur.
Kita kemudian tergiur untuk tidak menghitung berapa kali sms yang telah kita kirimkan, termasuk pula tidak tergerak untuk teliti atau rewel dengan menghitung saldo pulsa yang tersisa setelah melakukan pengiriman sms. Nilai nominal yang “hanya” sebesar 100-150 rupiah juga membuat kita mudah untuk tidak waspada.
Padahal, saya pernah melihat iklan dari perusahaan konsultan kelas dunia, Accenture, yang menggambarkan bisnis masa depan ibarat gulungan ombak. Ombak itu bila dilihat secara detil terdiri dari keeping-keping mata uang. Inilah, boleh jadi, sekarang ini merupakan era micropayment, era mengonsumsi barang atau jasa dengan pembayaran bernilai recehan. Korupsi 100-150 rupiah bila terjadi pada diri konsumen sebanyak 10 juta orang, tentu nominal akhirnya jelas bukan jumlah yang kecil lagi.
Syukurlah, kita kini hidup di era media sosial. Cerita-cerita korupsi pulsa seharusnya tidak hanya disuarakan oleh seorang Feri Kuntoro saja. Warga Matraman, Jakarta Timur ini, mengaku pulsanya disedot (pelakunya oleh artikel ini disebut sebagai cellular bandit) hingga sebesar 180-200 ribu tiap bulannya karena menerima sms-sms iklan yang tak ia kehendaki setiap harinya.
Kemarin sore (10/10/2011), anggota DPR dari Partai Demokrat, Roy Suryo, mengatakan bahwa para kurban pencurian pulsa itu kebanyakan tidak tahu. Gumam saya, tentu saja tidak tahu. Karena sms-sms bermasalah itu operatornya tidak menjelaskan secara detil tentang peluang sampai konsekuensi dari tawaran yang mereka sodorkan tersebut.
Bayangkan, apabila Anda pun membalas sms itu dengan sikap marah, dan sms itu Anda kirimkan kepada operator, oleh mereka akan dianggap bahwa Anda setuju untuk menjadi pelangggan layanan sms-sms tersebut.
Sebelumnya, di acara bincang-bincang di TVRI, kejelasan informasi kepada pengguna HP bila menerima tawaran-tawaran sms itu, juga digugat oleh fihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Tetapi dari fihak pemerintah, saat itu diwakili oleh Dr. Henry Subiyakto yang staf ahli Menkominfo, nampak tidak ngeh atas gugatan dari YLKI itu. Jadi kayaknya idem ditto dengan Roy Suryo di atas.
Nampaknya mereka berdua belum pernah menerima sms-sms berisi sampah-sampah belaka itu. Jadi keduanya tidak bisa berempati kepada Feri Kuntoro dan jutaan korban lainnya.
Saat mengetik ini, HP saya tiba-tiba muncul sms dari Telkomsel : HANYA UNTUK ANDA SD 18 Oktober 2011. BONUS PULSA 4000 ke sesama Telkomsel setelah isi ulang mencapai 20 rb. Bonus diterima max 1x24 jam. Cek Bonus*889#.S28”
Lampu merah di benak saya segera menyala.
Wonogiri, 11/10/2011