Monday, July 16, 2012

Illinois, Leiden dan Wonogiri : Dunia Itu Kecil

Oleh : Bambang Haryanto
Email : epistopress (at) gmail.com


Dunia ini sempit.
Kecil.

Apalagi berkat Internet yang mampu membuat hubungan antarsesama yang dipisahkan oleh jarak geografis, kini senyatanya hanya dipisahkan oleh beberapa ketukan tombol komputer belaka.

Di bawah ini terjadi obrolan antara saya yang berdomisili di Wonogiri dengan teman saya Tinuk Yampolsky (foto) yang tinggal di Illinois, Amerika Serikat. 

Ikut nimbrung teman saya lainnya, Mas Najib Azca, dosen UGM di Yogyakarta. Antara kami bertiga ternyata memiliki jalinan pertemanan yang sungguh tidak saya duga.  


Bambang Haryanto
(Minggu, 15 Juli 2012 : pukul 12:36) : 

Sugeng tanggap warsa,mBak Tinuk Yampolsky. 
Saya pikir dulu akan dirayakan di Indonesia :-). 
Sluman,slumun, slamet. 
Bahagia senantiasa.  


Najib Azca
(Minggu, 15 Juli 2012 :pukul 12:46) : 

Nunut mengucapkan selamat hari jadi. 
Semoga ciamik selalu mbakyu Tinuk. 
Konco lawas kah mbak Tinuk dengan mas Bambang? :)  

Bambang Haryanto
(Minggu, 15 Juli 2012 : pukul 13:04) : 

Dunia itu sempit ya, Mas Najib Azca. 
Kalau panjenengan dan saya bisa masuk dalam satu kotak, maka saya pernah satu RW dengan mBak Tinuk Yampolsky. 

Sama-sama dikepung benteng Baluwarti di Solo, 1975-1980. Juga satu sanggar, Sanggar Mandungan, dalam berseniman-ria.

Dalam novel beliau Candik Ala 1965   kata beliau konon ada sosok diri saya disitu.  Saya baca, kok modifikasinya terlalu kreatif,ekstrim bin kejam, sampai2 saya tak bisa memirip-miripkannya. Wokelah,itu memang hak asasi novelis, dimana saya tak bisa mengganggu gugat :-(.

Moga mBak Tinuk tambah bahagia mendapatkan ucapan dari kita yang bisa bersama-sama ini. Dong-dingnya Mas Najib bisa ketemu Tinuk, apa pas di Amerika ?  

Tinuk Yampolsky
(Minggu, 15 Juli 2012 : pukul 15:24) : 

Matur nuwun, mas Hary dan mas Najib. It is small world, isn't it?!  Saya ketemu mas Najib tidak di Amerika, mas Hary, tapi di Leiden-Belanda. Dan yang paling saya ingat, adalah rawonnya.

Waktu itu, saya dan Hasif Amini (adiknya mas Najib) menyusuri dari museum satu ke museum lain di Amsterdam (Reijks Museum dan Van Gogh diantaranya) ketika tiba-tiba cell-phone Hasif berdering dari mas Najib yang bilang lagi masak rawon untuk kami. 

Dan meluncurlah saya ke apartemen mas Najib dan makan rawon, yum! di tengah kesibukannya menyelesaikan disertasi masih sempat-sempatnya masak rawon buat kita.

Kalau ketemu di Yogya belum tentu saya dimasakin rawon, ya mas Najib?! hehe. Anyway, tengkyu untuk ucapannya, ini saya terbangun di tengah malam, dan senang mendapat ucapan dari banyak teman. 

Sekali lagi maturnuwun buat anda berdua.  


Najib Azca
(Minggu, 15 Juli 2012 : pukul 16:06) : 

Betul, perkenalan dan perjumpaan saya dengan dua tokoh Baluwarti ini memang istimewa dan tak terlupakan.

"Rawon" menjadi simpul perjumpaan saya dengan mbak Tinuk Yampolsky; sementara "Kick Andy" menjadi tautan yang merajut perjumpaan saya dengan tokoh supporter sepakbola Nusantara mas Bambang Haryanto.

Sungguh senang dan bangga mengenal kalian.
Salam hangat dari Jogja:).


Wonogiri, 17 Juli 2012

Tuesday, May 08, 2012

Facebook : Rasis,Habib Homo dan Marzuki Alie

Oleh : Bambang Haryanto
Email : epistopress (at) gmail.com


Pahala terbaik ketika menulis, termasuk menulis di Facebook, adalah ketika kita menuliskannya. Komentar pembaca hanya bonus.

Tetapi kiranya banyak pemilik akun Facebook tidak tahu hal itu.Karena mereka suka menulis secara pendek-pendek, atau hanya mengunggah foto tanpa caption jelas dan komplit, sehingga informasinya hanya bisa difahami oleh yang bersangkutan.

Menulis pendek itu membatasi imajinasi, memperpendek petualangan dalam benak.Aktivitas tersebut akhirnya kurang merangsang otak untuk bekerja dan menjadi lebih terasah.

Hari Rabu kemarin (8/5/2012), saya banyak mengoceh di Facebook. Topiknya beragam. Antara lain :  

Wakil rakyat koruptor. “Wakil rakyat alias anggota DPR-DPRD, ternyata memuncaki daftar mereka yang diindikasikan melakukan tindak korupsi di tahun 2012 ini. Halo, Marzuki Alie sang Ketua DPR, omongan Anda tentang alumni PTN yang terlibat korupsi itu trik sulap untuk membelokkan perhatian, bukan ?”

Tautannya : Klik disini.  

Rasis di tengah kita. “Menurut psikolog anak, orang tua yang mendorong anaknya untuk bertingkah laku rasis sebenarnya dirinya justru merusak anak-anaknya secara psikologis.”

Sumber : @RacismFacts

PS : Saya pernah melihat anak-anak tingkat PAUD diajari gurunya yel-yel rasis.

 
Heboh Habib Homo. Kedatangan tokoh Irshad Manji, penulis buku Allah, Liberty, and Love, asal Kanada mendapat desakan dari organisasi masyarakat tertentu.

Bahkan acara peluncuran bukunya yang digelar di Salihara, Jakarta Selatan, Jumat (4/5/2012), dibubarkan oleh polisi atas desakan ormas tersebut.

Ormas yang mengatasnamakan Islam itu menuding bahwa buku Irshad Manji itu menyebarkan gay dan lesbian. Tudingan tersebut telah ia bantah.

Seorang teman Facebook saya, Hendro Wicaksono, telah menulis status : “Buat yang ngedukung hak2 lesbian dan gay, pada belum punya anak ya? Kalau sudah punya anak, monggo coba anaknya dicekoki bahwa gay dan lesbian itu halal. Berani kaga ente?”

Banyak rekannya menimpali, sebagian besar bersetuju dengan pendapatnya. Tetapi obrolan menjadi menarik ketika Bagus Utomo menimbrung dalam diskusi itu : “gak boleh menghakimi juga. banyak yg memang bukan pilihan kok. yg bahaya justru yg keliatan gak gay, tapi melakukan pelecehan. banyak yg malah jadi tokoh agama.”

Pendapat Bagus ini tiba-tiba memicu ingatan saya, bahwa kemarin (7/5/2012), saya menemukan informasi yang relevan sebagai bahan diskusi ini. Kemarin saya pergi ke Apotik Kimia Farma Sukoharjo, Jl. Veteran 11, dekat alun-alun. Saya membeli cream pemelihara kesehatan.

Saat mau pulang ke Wonogiri, saya sempat mampir di Perpustakaan Daerah Sukoharjo. Saya ingin tahu, apa perpustakaan itu juga buka di hari Minggu. Saya masuk, memergoki tumpukan buku dan majalah yang diberi label sebagai koleksi terbaru. Saya menemukan majalah Gatra dengan sampul mencolok, berbunyi : “Doktrin Cabul Sang Habib.”

Saya lalu tuliskan hal itu di komentar.

Bambang Haryanto : "Pro Bagus Utomo : Majalah Gatra kan baru saja mengangkat topik, seperti kata Anda : "yg bahaya justru yg keliatan gak gay, tapi melakukan pelecehan. banyak yg malah jadi tokoh agama."

Tautan : Eksploitasi Birahi Berjubah Wali.

Bagus Utomo : “ya temen saya ada yg jadi korban ustadz kok waktu kecil. ustadznya bebas, skrg entah kemana. temen saya sampe gangguan jiwa berat sampe sekarang. yg tertutup itu malah yg bahaya. kasihan juga kan, udah jadi korban, hak2nya gak dihargai sebagai manusia.”

Bambang Haryanto : “Prof. Sarlito W. Sarwono dalam twitnya menulis : "Yang benar: dlm agama ada etika. Tapi etika bukan agama. Agama tanpa etika: teror, seks, premanisme, rampok dll dg. dalih agama. Laporan Gatra dan kisah Mas Bagus Utomo tentang ustad/habib yang homoseks, mengilustrasikan betapa kejam bila moralitas itu dibajak atas nama agama.”

Bagus Utomo : “saya bukan ahlinya soal ini sih. tapi ini pengalaman saya aja mendampingi penderita gangguan jiwa. gak semua orang beruntung hidupnya mulus2 aja. gak semua orang punya pilihan. kadang sesuatu terjadi begitu saja. karena itu jangan mudah menghakimi. kisah hidup manusia sangat beraneka ragam.

trus sex itu kebutuhan dasar, sulit ditekan, bahkan dengan dogma agama masih meledak juga kayak ustadz/habib tadi. itu bahayanya kalo tertutup. blom lagi anak2 jalanan yg masuk kelompok resiko. saya bisanya cuma berdoa agar para pemimpin pandangannya luas dan bijaksana. agar ada jalan tengah yg baik. sehingga jangan terjadi lagi kasus seperti yg tadi.”

Gadis cantik : Ninik. Saya selanjutnya menulis cerita agak panjang di grup Facebook tempat alumni SMP Negeri I Wonogiri Angkatan 1981 suka ngerumpi. Sebenarnya, saya lulusan sekolah yang sama, tetapi jauh lebih awal. Lebih tua, karena saya lulus tahun 1969.Karena teman seangkatan saya belum muncul di Facebook, saya ikut bergabung di grup angkatan yang jauh lebih muda. Biar ketularan awet muda :-).

Angkatan saya yang bisa saya temui di Facebook akhir-akhir ini adalah Bambang Pur (nomo Untung Sabdodadi) yang wartawan harian Suara Merdeka.Kontak di FB belum terjadi, walau sering berhalo bila ketemu di jalanan. Juga Muhammad Nurdin, lulusan Universitas Grenoble, Perancis dan kini dosen di ITB. Nurdin sudah konfirm di Facebook, saya sudah pula menulis di wall-nya dan kirim pesan, tetapi belum ada komentar baliknya :-(.

Juga teringat ada nama Laksamana Madya Gunadi. Sempat satu kelas di 1B, di mana waktu di SMP ia satu rumah dengan Budiman, di rumah sebelah barat Jurang Gempal. Saya pernah beberapa kali main ke sini. Beliau belum saya temukan di Facebook.

Melalui rekan Sugeng Sudewo (teman sama-sama di SD III Wonogiri dan di SMPN 1 pula), saya dapat nama Gembong (Giritirto), Edy Darmojo (Donoharjo),dan lulusan SD 6 Wonogiri yang mengajarkan di masa awal awal remaja saya :-) tentang gadis yang cantik : Ninik. Di grup alumni SMP Negeri 1 Wonogiri Angkatan 1981 itu saya menulis hal berikut ini :  

Geger bacot Marzuki Alie. “Orang satu ini kalau cangkemane tidak bikin risi orang lain mungkin akan sakit mag atau ambeyen. Dialah : Marzuki Alie.

Saat berbicara di acara bertajuk “Masa Depan Pendidikan Tinggi di Indonesia,” di kampus UI, Marzuki Alie ngablak bahwa koruptor itu adalah orang-orang pintar, bahkan lulusan perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. “Para koruptor itu bisa dari anggota Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, anggota Himpunan Mahasiswa Islam, lulusan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan lainnya. Tidak ada orang bodoh,” katanya.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Arindra A. Zainal tak setuju dengan cara berpikir Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie. Dengan pernyataan Marzuki Alie itu, kata dia, sama halnya dengan menganalogikan bahwa semua maling di Indonesia yang berada di penjara adalah orang Islam.

Atau misalnya di negara lain Eropa seperti Italia, yang penghuni penjaranya warga beragama Katolik. "Lalu, apa yang disalahkan agamanya? Kan tidak demikian," ujar dia. Ketua Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) UI ini menuturkan, "Korupsi itu kan tergantung pada orang-orangnya. Jangan menggeneralisasi," kata dia.

Logika berpikirnya politikus Partai Demokrat itu bikin saya ingat isi lelucon komedian muslim AS, Azhar Usman. Dalam akun Twitternya 13 April 2012 yang lalu, di mana saya jadi makmumnya ia, bilang : “Menvonis Islam berdasar tingkah laku para teroris seperti menghakimi kapitalisme berdasar kelakuan Bernie Maddoff. Goblog.”


Ulah Marzuki Alie itu kini menebar badai. Panen gugatan. Sementara itu KPK justru menyatakan, betapa wakil rakyat alias anggota DPR-DPRD, ternyata memuncaki daftar mereka yang diindikasikan melakukan tindak korupsi di tahun 2012 ini.

Halo, Marzuki Alie sang Ketua DPR, omongan Anda tentang alumni PTN yang terlibat korupsi itu apa trik sulap Anda untuk membelokkan perhatian, bukan ? Kapan-kapan Anda silakan datang di gedung DPRD Wonogiri, karena di sini terjadi tindak “korupsi” besar-besaran.

Padahal kantor ini sepertinya setiap hari menjadi jujugan dan pula jadi tongkrongan para wartawan, tetapi mereka sepertinya tetap engga “ngeh” juga. Kenapa ya ? Mungkin ini ilustrasi yang cocok, mencocoki, karena dicoba dicocok-cocokkan untuk fenomena itu.

Alkisah, suatu hari saya pernah di sebuah warnet menemukan amplop kosong. Kop amplopnya : DPRD Wonogiri. Lalu ada tulisan tangan, bahwa amplop itu diberikan kepada seorang wartawan. Saya tersenyum kecil, dan bersyukur sedikit. “Untung saya hanya seorang blogger, fesbuker, dan bukan seorang wartawan.”

Di benak lalu tergambar ucapan pengacara muda idealis Rudy Baylor yang dibintangi Matt Damon dalam film The Rainmaker (1997) :

 “Setiap pengacara, minimal dalam satu kasus, dirinya merasa telah menyeberangi batas yang tidak sengaja ia lakukan. Itu terjadi begitu saja. Tetapi apabila Anda kemudian ternyata berkali-kali menyeberangi batas itu, maka batas tersebut akan lenyap selamanya. Dan Anda kemudian akan menjadi bukan siapa-siapa lagi, kecuali menjadi pengacara dagelan. Anda masuk barisan sebagai seekor hiu lainnya lagi untuk berenang-renang dalam air comberan.”

Tapi ngomong-ngomong, apa sih bentuk ‘korupsi’ di kantor DPRD Wonogiri ? Saya ingin tanya Mas Bambang Tri Subeno, kode pos kelurahan Anda, Wuryorejo, 57614. Kelurahane mas bupati, di mana warna cat rumahnya dan cat pagar garasi bisnya kini “menulari” habis-habisan pohon-pohon dan tempat sampah di pelbagai lokasi di Wonogiri, punya kode pos : 57681.

Lalu Wonokarto, rumahnya Mas Anto (yang masih waris sama saya), adalah : 57612. Ternyata masih sama dengan kodepos rumahnya Mas Mujtahid dan kampung saya yang sama-sama masuk Kalurahan Giripurwo.

Lalu kantor DPRD Wonogiri yang juga masuk Giripurwo, mengapa punya kode pos tersendiri ? Aturan normalnya, se-Indonesia, kode pos itu 5 digit, kok di kantor para wakil rakyat Kota Gaplek ini justru pethakilan menjadi 6 digit ? Menjadi : 576551 !

Mungkin (ide gerundelan liar)  itu kode pos untuk daerah eksotis Wonogiri yang tidak terjangkau oleh pengawasan rakyat, di mana uang, politik, kekuasaan dan keserakahan, bergelut dan terpilin menjadi menu mereka sehari-hari.

Wakil rakyat, wakil rakyat.
Kodepos wae melu-melu keno mark-up !”

Wonogiri, 8 Mei 2012

Sunday, December 04, 2011

Solo Cyber Day 2011, Onno W. Purbo dan Trah Martowirono





Dear Kang Onno,

Semoga sehat-sehat dan sudah sembuh capeknya setelah menggembleng anak-anak muda Solo dalam ber-Internet secara cerdas dan memberikan manfaat di ajang Solo Cyber Day 2011, Solo, 4 Desember 2011.

Catatan yang akan saya ingat antara lain tentang seruan Anda agar warga Solo ngeblog setiap hari. Sayang, kayaknya hanya saya saat itu yang menyambut dengan tepuk tangan. Mungkin akan lebih heboh bila Kang Onno bilang, "update statusmu di FB setiap hari."

Tak apalah, tepuk tangan saya itu akan tetap saya lanjutkan di dunia maya, untuk menyebarkan pesan bahwa menulis di blog itu cenderung lebih bermakna dibanding menulis status wkwkwkwk di Facebook.

Catatan kedua, tentang perpustakaan digital Kang Onno yang Anda wariskan ke Apkomindo Solo ? Saya lupa mencatat. Kemana atau URL mana untuk bisa mengaksesnya ? Tentang perpustakaan, saat ketemuan Anda itu saya lupa menyampaikan titipan pesan dari priyayi asal Solo tetapi kini tinggal di Jakarta.

Beliau adalah Pak Blasius Sudarsono dari PDII-LIPI. "Titip salam, lama ga jumpa," katanya. Lalu beliau menambahkan info yang saya belum tahu, bahwa Kang Onno itu pernah menjadi kepala perpustakaan pusat ITB. Oh ya, Pak Blasius itu dosen saya. Saya pernah belajar di jurusan ilmu perpustakaan di Rawamangun, FSUI. Pernah pula main ke ITB, saat itu kepalanya Pak Adjat Sakri.

Moga-moga banyak email yang Kang Onno terima dari anak-anak muda Solo. Saya dan warga Trah Martowirono berterima kasih kepada Kang Onno, juga Mas Donny BU, yang telah sudi menorehkan tanda tangan di kanvas memorabilia trah (keluarga besar) kami.

Dalam foto jepretan jenius dari aktivis Internet asal Solo, Sadrah Deep, nampak dari kiri saya (Bambang Haryanto), Kang Onno dan Mayor Haristanto. Kanvas itu akan menjadi bahan cerita yang berlanjut di trah kami.

Sukses selalu.
Sampai ketemu lagi.


Bambang Haryanto
trah.blogspot.com
komedian.blogspot.com

Monday, October 10, 2011

Indonesia, Surga Kaum Koruptor, Juga Koruptor Pulsa !




Dari tabu menjadi lawakan. Itulah judul artikel dosen UIN Sunan Kalijaga, Al Makin, di situs The Jakarta Post (4/9/2011), yang menggambarkan betapa merajalelanya korupsi di Indonesia.

Antara lain ia bertanya : apakah kita punya waktu untuk terbebas dari korupsi ? Jawabnya : “Seperti tikus, kaum koruptor tak pernah berhenti, mencuri uang negara dari Senin sampai Minggu, dari Januari sampai Desember, termasuk di hari Kemerdekaan, di bulan Ramadhan, hari Natal, hari Nyepi, dan hari-hari libur lainnya.”

Apakah kita mampu menemukan tempat yang terbebas dari korupsi ? Jawabnya lagi : “Hantu korupsi bergentayangan di jalan-jalan, kantor, lapangan sepakbola, lautan, suangai jembatan, bandara, terminal bis, stasiun kereta api, sekolah, universitas, bahkan di udara, tanah dan air.”

Terima kasih, Pak Al Makin.

Heboh terbaru adalah kasus korupsi yang meruyak di udara, yaitu kasus pencurian pulsa. Seperti yang pernah saya tulis di kolom ini, saya adalah salah satu korbannya.

Ketika HP saya tiba-tiba mendapat kuis-kuis keagamaan yang dangkal-dangkal dan tidak saya perlukan dari nomor “9393” dan kemudian tahu-tahu pulsa tersedot 2000 rupiah, saya komplain di status di akun FB saya ini. Banyak teman yang memberi saran agar mengirim “Unreg” ke operator konten itu.

Terima kasih, teman-teman.
Saya melakukan saran Anda. Bunyi sms mereka :

“Anda sudah berhenti berlangganan SMS 9393.”
Pengirim : 9393.
Pusat pesan : +6281100000
Dikirim : 19 September 2011 : 09.41.38”

Tetapi tetap juga dengan hati gondok.


Karena untuk keluar itu pun pulsa saya tetap terpotong 350 rupiah. Datang tidak diundang, pergi-pergi tetap meninggalkan hati yang meradang.

Kemaruk 500 SMS Gratis. Sebelumnya, saya juga merasa tidak beres ketika dari nomor “222” memberikan bonus gratis 500 sms. Iming-iming itu tiba-tiba muncul ketika secara beruntun saya harus mengirimkan sms kepada, kira-kira, belasan orang.

Apakah nomor “222” ini milik Telkomsel ? Kalau tidak, mengapa operator “222” seperti tahu aktivitas saya ber-sms saat itu ? Apa Telkomsel telah membocorkan kecenderungan saya ber-sms-ria saat itu kepada operator “222” tersebut ? Kira-kira rahasia konsumen apa lagi yang diketahui oleh operator dan berpeluang dibocorkan kepada penyedia isi untuk keuntungan salah satu atau keduanya

Ketika menerima pertama kali, tentu hal itu nampak seperti menyenangkan. Di benak saya kemudian tiba-tiba muncul keinginan untuk mengirimkan sms, sekadar “say hello” atau kirim kabar remeh temeh kepada teman atau kerabat yang semula tidak masuk agenda.

Angka 500 sms gratis seolah memberi kita ilusi keleluasaan tanpa batas. Dan menggoda untuk harus dan segera dimanfaatkan. Karena begitu meliwati tengah malam, layanan itu hapus. Bahkan ketika layanan 500 sms itu baru saya pakai sekitar 30-an sms, sudah muncul layanan baru lagi. tersedia 100 sms gratis untuk bisa saya gunakan.

Tetapi begitu saya gunakan, kuota sms yang berkurang justru pada kelompok “100” itu dan bukan dari kuota yang “500.” Kerancauan pun terjadi. Kemudian saya akhirnya menduga, kedua layanan ini sebenarnya merupakan jebakan. Konsumen dikilik-kilik untuk memanfaatkan iming-iming gratis itu, di mana nafsu serakah kita dikobar-kobarkan, sekaligus membuat sikap kehati-hatian dan correct menjadi tergusur.

Kita kemudian tergiur untuk tidak menghitung berapa kali sms yang telah kita kirimkan, termasuk pula tidak tergerak untuk teliti atau rewel dengan menghitung saldo pulsa yang tersisa setelah melakukan pengiriman sms. Nilai nominal yang “hanya” sebesar 100-150 rupiah juga membuat kita mudah untuk tidak waspada.

Padahal, saya pernah melihat iklan dari perusahaan konsultan kelas dunia, Accenture, yang menggambarkan bisnis masa depan ibarat gulungan ombak. Ombak itu bila dilihat secara detil terdiri dari keeping-keping mata uang. Inilah, boleh jadi, sekarang ini merupakan era micropayment, era mengonsumsi barang atau jasa dengan pembayaran bernilai recehan. Korupsi 100-150 rupiah bila terjadi pada diri konsumen sebanyak 10 juta orang, tentu nominal akhirnya jelas bukan jumlah yang kecil lagi.

Syukurlah, kita kini hidup di era media sosial. Cerita-cerita korupsi pulsa seharusnya tidak hanya disuarakan oleh seorang Feri Kuntoro saja. Warga Matraman, Jakarta Timur ini, mengaku pulsanya disedot (pelakunya oleh artikel ini disebut sebagai cellular bandit) hingga sebesar 180-200 ribu tiap bulannya karena menerima sms-sms iklan yang tak ia kehendaki setiap harinya.

Kemarin sore (10/10/2011), anggota DPR dari Partai Demokrat, Roy Suryo, mengatakan bahwa para kurban pencurian pulsa itu kebanyakan tidak tahu. Gumam saya, tentu saja tidak tahu. Karena sms-sms bermasalah itu operatornya tidak menjelaskan secara detil tentang peluang sampai konsekuensi dari tawaran yang mereka sodorkan tersebut.

Bayangkan, apabila Anda pun membalas sms itu dengan sikap marah, dan sms itu Anda kirimkan kepada operator, oleh mereka akan dianggap bahwa Anda setuju untuk menjadi pelangggan layanan sms-sms tersebut.

Sebelumnya, di acara bincang-bincang di TVRI, kejelasan informasi kepada pengguna HP bila menerima tawaran-tawaran sms itu, juga digugat oleh fihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Tetapi dari fihak pemerintah, saat itu diwakili oleh Dr. Henry Subiyakto yang staf ahli Menkominfo, nampak tidak ngeh atas gugatan dari YLKI itu. Jadi kayaknya idem ditto dengan Roy Suryo di atas.

Nampaknya mereka berdua belum pernah menerima sms-sms berisi sampah-sampah belaka itu. Jadi keduanya tidak bisa berempati kepada Feri Kuntoro dan jutaan korban lainnya.

Saat mengetik ini, HP saya tiba-tiba muncul sms dari Telkomsel : HANYA UNTUK ANDA SD 18 Oktober 2011. BONUS PULSA 4000 ke sesama Telkomsel setelah isi ulang mencapai 20 rb. Bonus diterima max 1x24 jam. Cek Bonus*889#.S28”

Lampu merah di benak saya segera menyala.


Wonogiri, 11/10/2011

Sunday, September 18, 2011

Telkomsel 9393, Si Perampok Pulsa Berkedok Kuis Agama ?




Sejak bulan puasa yang lalu tiba-tiba di hp saya muncul kiriman info berupa sms yang secara rutin berasal dari nomor 9393. Hampir tiap hari. Isinya rupa-rupa info dan atau kuis keagamaan yang tidak saya perlukan. Setiap kali muncul, biasanya terdiri dua sms, dan langsung saya buang.

Tetapi akhir-akhir ini saya baru sadar, ternyata tiap pemunculan sms itu akan menggerogoti saldo pulsa sebesar Rp. 2.200. Ikut atau tidak ikut kuis, saldo Anda pasti terpenggal sebesar angka itu.

Sungguh menjengkelkan. Anda tahu solusinya agar saya bisa segera terbebas dari aksi perampokan seperti ini ? Tolong saya.Korban lain infonya dapat di klik disini, disini dan disini pula.

Friday, September 09, 2011

Waspadailah, Ketika Memanfaatkan Bonus 500 SMS Telkomsel !




Hati-hati bila menerima bonus Opr 1 sebesar 500 SMS dari Telkomsel. Tiga hari ini saya memperoleh bonus itu, juga tiga kali. Malah dua kali ketika baru menggunakan sekitar 20-an sms, sudah ditambahi bonus 100 SMS lagi. Tetapi ketika rada sering mencek saldo saya, muncul hitung-hitungan yang misterius.

Saya hari ini (9/9/2011) jam 9.39 telah menerima bonus itu saat saldo saya 69971. Malam ini, dengan memencet *889# segera tersaji info berbunyi “Anda memiliki 484 SMS Opr 1.” Artinya dari bonus itu tercatat telah saya gunakan sebanyak 16 sms sampai malam ini pula.

Pada hal saat jam 19.15, ketika mencek, kok tiba-tiba saldo saya anjlok 64571 ? Harusnya kan tetap. Karena saya tidak melakukan telepon sama sekali. Saya hanya kirim-kirim sms. Kalau ada layanan sms gratis, lalu mengapa harus terjadi pengurangan sebesar Rp. 5400,00 tersebut ?

Dihitung-hitung, dan bila angka 5400 itu dibagi biaya kirim 150 rupiah /sms, akan diperoleh angka 36 sms dan bukan angka 16 seperti kalau kita mencek memakai *889#. Bila satu sms sebesar 120 rupiah, maka sama dengan biaya pengiriman sebanyak 45 sms.

Dengan demikian, operator Telkomsel itu dengan meluncurkan iming-iming bonus 500 SMS gratis itu senyatanya patut diduga menjebak saya sebagai konsumen untuk tidak sadar mengirimkan sms SECARA TIDAK GRATISAN sebanyak :

36-16 = 20 SMS @ 150 rupiah.
Atau : 45-16 : 29 SMS @ 120 rupiah.

Ini sungguh keteledoran saya sebagai konsumen yang lumayan bodoh, bukan ?

Tuesday, June 14, 2011

Ramalan Jaya Suprana 1998 : Sri Mulyani Indrawati Sebagai Presiden Indonesia !




Oleh : Bambang Haryanto
Email : epistopress (at) gmail.com


Yth. Bang Wimar Witoelar,

Salam SMIK.
Semoga revolusi SMIK yang Anda gelindingkan dari Lampung akan menjadi bola salju yang makin besar, lalu mampu membangkitkan inspirasi bagi kaum muda seluruh Indonesia.

Saya membaca beritanya di The Jakarta Post, dimana terkait Ibu Ani itu saya bisa bernostalgia, surut ke tahun 1998.

Sesudah Solo dan Jakarta terbakar Mei 1998, atas dorongan teman-teman, saya dan adik saya ingin mengadakan seminar ekonomi di Solo. Penyokongnya, pebisnis mebel Solo, Jokowi, yang kini jadi walikota.

Pembicara tunggal seminar itu, Ibu SMI. Moderatornya, Mas Jaya Suprana. Itu terjadi tanggal 14/8/1998. Saya sendiri yang mengantar uang transport ke Ibu SMI, diterima asistennya di FEUI Salemba. Ini ibarat pulang kampung, karena saya pernah kuliah di UI pula, tetapi di kampus Rawamangun.

Di acara seminar di Solo itu, Mas Jaya kok ya sudah meluncurkan wacana bila Ibu Ani merupakan presiden Indonesia masa depan. Di Facebook, cerita terkait momen itu sudah berkali-kali saya tuliskan.

Kini, rupanya ramalan Mas Jaya itu semakin membumi. Antara lain dengan hadirnya gerakan SMIK yang Bang Wimar dkk gulirkan tersebut. Saya di Wonogiri, ingin bergabung di dalamnya. Untuk itu, saya ingin iuran usul-usil berikut ini.

Beberapa hari yang lalu, saya memperoleh email siaran pers tentang peresmian SMIK Jawa Timur. Kabar baik dan menggembirakan. Sayang, siaran persnya itu “kaku” :-):-) dan sulit untuk dijadikan sebagai virus gagasan a la bukunya Seth Godin, Unleashing The IdeaVirus (2001) yang terkenal itu.

Foto-foto yang disertakan masih seperti foto arisan, kurang menarik bagi orang lain. Juga tidak disertakan logo atau karya grafis yang inspiratif menggambarkan semangat sampai visi-misi SMIK, yang bisa kita pajang di FB atau blog, atau kita bagi-bagikan sebagai virus di media-media digital yang ada.

John Naisbitt bilang : Orang beli mobil bukan karena teks, tetapi karena foto.

Moga-moga di SMIK ada sosok-sosok seperti Joel Benenson sampai David Axelrod yang buah pikirannya ikut pula menentukan sukses kampanyenya Obama.

Begitulah, Bang Wimar, usul-usil saya. Semoga obrolan ini bermanfaat. Kabar lain, buku lanjutan saya, Komedikus Erektus 2 : Dagelan Republik Semangkin Kacau Balau kini memasuki tahap digarap oleh penerbit.

Hormat saya dari Wonogiri,

Bambang Haryanto
26 mei 2011