Wednesday, April 14, 2004

EPISTOHOLIK, CARI KERJA DAN KIAT KGB
Diemailkan ke Harian Bernas (Yogyakarta), 11 April 2004


Apa sikap Anda bila ada sesorang yang belum Anda kenal lalu dirinya meminta Anda untuk mencarikan pekerjaan untuknya ? Salah satu surat yang sampai ke markas Epistoholik Indonesia (http://epsia.blogspot.com), berisikan permintaan demikian. Hal ini membuat saya sedih dua kali.

Pertama, karena saat itu saya tidak bisa membantu dirinya memperoleh pekerjaan itu. Kedua, mungkin karena dia kecewa atas jawaban saya tersebut, dia kemudian tidak meneruskan niatnya sebagai warga EI. Mungkin karena di surat jawaban itu saya hanya mampu memberikan masukan. Antara lain, berburulah pekerjaan dengan sikap mental sebagai bagian dari pemecahan masalah dan jangan jadi pengemis pekerjaan alias sebagai bagian masalah dari perusahaan sasaran. Juga saya tambahkan, focus on what you love and the money will follow.

Dia yang mengaku gemar menulis surat-surat pembaca, akhirnya memang tidak bergabung dalam wadah EI. Bagi saya, hal itu tidak apa-apa. Tetapi menurut hemat saya, mungkin karena tuntutan perut, membuatnya jadi kurang bersabar. Semoga ia terus saja menulis. Dengan dengan aktif menulis, selain memacu otak untuk terus jalan, dirinya pun mengasah kredibilitas dengan terpapar pengetahuan yang mutakhir. Apalagi menulis merupakan life skill yang mutlak dibutuhkan untuk menunjang sukses pekerjaan-pekerjaan papan atas di era informasi ini.

Sebenarnya, walau bukan suatu jaminan, terjun berinteraksi dengan sesama kaum epistoholik, atau komunitas lainnya, jelas membukakan peluang bagi dirinya memperoleh pekerjaan. Dengan aktif menyapa dan tulus memberi apresiasi kepada warga EI lainnya, di mana pun, berarti dirinya otomatis sedang menggalang network, koneksi, jaringan pergaulan, demi teraksesnya info-info lowongan.

Tirulah kiat agen rahasia, karena salah satu strategi sukses berburu pekerjaan adalah memang mengharuskan seseorang berperilaku sebagai agen rahasia. Bukunya Harry Rositzke, The KGB : The Eyes of Russia (1981), ketika menceritakan kiat sukses agen KGB legendaris, Richard Sorge, pantas Anda catat. Sorge punya ajimat, kata mutiara, bahwa agen rahasia yang berhasil adalah mereka yang justru menjadikan dirinya sebagai sumber informasi yang kaya. Memanglah, seperti alam menentukan, mereka yang berhasil adalah mereka yang memberi !

Bambang Haryanto
Epistoholik Indonesia

-----------------------

BAPAK NURCHOLISH MADJID : EKSPLOITASILAH INTERNET UNTUK MEN-VIRUS-KAN IDE-IDE HEBAT ANDA SEHINGGA LEBIH DAHSYAT DAN MELUAS.
Diemailkan ke ke voaindonesia@voanews.com, Jumat 2/4/2004,



Wonogiri, 2 April 2004

Yth. mBak Nadia Madjid di VOA Seksi Indonesia di Washington,

Assalamu alaikum Wr.Wb.

Salam sejahtera. Senang sekali saya beberapa waktu lalu bisa menonton acara VOA yang Anda pandu di televisi, antara lain mengenalkan kisah Cak Sabairi asal Madura yang sukses mengelola bisnis salon di Amerika Serikat. Hasil liputan yang bagus dan inspiratif.

Tetapi, maaf, e-mail nyasar ke Anda ini bukan hendak melanjutkan obrolan seputar kisah sukses Cak Subairi itu. Melainkan, saya ingin minta bantuan mBak Nadia Madjid, yaitu mohon sudi kiranya usul-usil ini dapat Anda sampaikan kepada ayah Anda, Bapak Nurcholish Madjid.

Beliau sebagai bapak bangsa, selalu saya ikuti arahannya lewat media massa. Termasuk yang terakhir, saya baca di Kompas hari ini (2/4/2004), bahwa beliau dan banyak tokoh lainnya (Edi Sudrajat, Siswono Yudo Husodo, Hidayat Nur Wahid, Harry Roesli, Faisal Basri dll.) mencetuskan Aliansi Besar Untuk Perubahan.

Saya ingin mendukung gerakan beliau dkk di masa depan dengan beriur usulan : ayolah, eksploitasi Internet, untuk men-virus-kan ide-ide hebat Anda sehingga lebih dahsyat dan meluas. Terutama, jangkaukan ide-ide Anda itu kepada anak-anak muda Indonesia. Sehingga nanti setiap kali insan-insan bersih Indonesia itu mencetuskan sesuatu gerakan, sebagian suasananya saya bayangkan seperti di bawah ini :

Picture a hotel conference room filled with a couple of hundred people, most of them men, most of them white and nearly all of them either in their 20s or boomers in their middle-age years, attending the Digital Democracy Teach-In in San Diego, hosted by Tim O'Reilly, a publisher and industry futurist, as part of his annual Emerging Technology conference....

While the speaker talks, at least half the people in the room are tapping away on laptop computers. At least a quarter are noting down the speaker's remarks in real time and posting them, with their own pungent observations, on their weblogs (or blogs, i.e., continuously updated web pages that are part stream-of-consciousness diaries and part forums for news commentary and analysis).

Simultaneously, many of them are engaging in a back-channel conversation on an Internet relay chat that allows hundreds of people--both those in the room and others watching the event on a live webcast--to share wisecracks, ponder dinner options and zap the speaker for everything from his clothing to his conceptualizing.

Some of the more intrepid are also jointly taking notes on a document that exists only in cyberspace but appears on their computers and shows each other their comments, in real time (can't show you that--I use a Windows-based system and this only works for Macintosh users). A handful are snapping photos with digital cameras and cell-phone cameras and posting them to the web.

Go here for Ito's gallery of attendees, if you like. All of them are also busy checking their e-mail, reading their friends' blogs and surfing news sites--while still managing to listen to the speaker up front.........
(Lengkapnya di : Tripping on Internet Populism).

Mungkinkah harapan ideal saya di atas itu hanya impian ? Semoga saja tidak.
Terima kasih untuk atensi Anda. Sukses untuk Anda dan juga salam untuk seluruh kerabat VOA seksi Indonesia !

Wassalam.

Hormat saya,


Bambang Haryanto
Wonogiri-Jawa Tengah

Peternak/pengrajin situs blog :
Bambang Haryanto : http://beha.blogspot.com,
Amien Membolos ! http://amienrais.blogspot.com
Epistoholik Indonesia : http://epsia.blogspot.com
Suporter Indonesia : http://suporter.blogspot.com

---------------------------------------------------

Wednesday, April 07, 2004

MENGGOJLOK CALEG MODEL WONOGIRI
Diemailkan ke Harian Bernas, Yogyakarta, 6/4/2004



Seorang jenderal yang pernah menguatirkan Pemilu 2004 akan berdarah-darah, sokurlah keliru. Di daerah saya, di TPS 18, Kajen, Giripurwo, Wonogiri Kota , Pemilu berlangsung aman, tertib, bahkan suasananya jadi lebih bergairah saat penghitungan suara caleg DPD terjadi.

Dimotori Mas Jito, yang KPPS dan seorang guru yang jenaka, ditimpali anggota PPS dan warga Kajen lainnya, membuat caleg-caleg DPD itu kebanjiran kado, yaitu beragam nama julukan. Sumber idenya dari foto-foto diri mereka yang mengundang rangsang untuk dikomentari secara cerdas dan jenaka..

Ada caleg gondrong, berpeci, dijuluki Wiro Sableng. Tapi ia tak sakti, hanya muncul beberapa kali, lalu menghilang. Diganti tokoh Taksi Gelap, sebutan sinis untuk bekas pejabat yang sarat isu bahwa korupsinya waktu menjabat dipakai berbisnis taksi. Tokoh ini karismanya sudah jauh memudar.

Muncul kemudian tokoh yang fotonya memakai caping, memancing gojlokan sebagai Tukang Mancing. Sayang, pancingannya hanya teri saja di TPS kami. Yang mendapat suara banyak adalah tokoh kontraktor asal Semarang, yang konon royal menyumbangkan puluhan titik lampu penerangan jalan di Wonogiri dengan lampu merkuri. Ia yang pernah berkampanye di Wonogiri itu langsung dijuluki sebagai Kapten Merkuri. Ia cukup sakti, julukannya itu disebutkan berkali-kali.

Tetapi Kapten Merkuri tersebut tidak mampu menandingi tokoh tampan dan berkarisma, walau tak pernah berkampanye langsung di Wonogiri. Di fotonya, dia memang tampil paling beda : berbusana Jawa lengkap dan berblangkon-ria. Dia adalah Sri Paduka Mangkunegoro IX. Tak pelak kado nama gojlokan ala pemilih di Wonogiri untuk beliau itu muncul puluhan kali di TPS kami :

Blangkon,
Blangkon,
Blangkon,
Blangkon,
Blangkon......

Bambang Haryanto
Epistoholik Indonesia